Rabu, 07 November 2012

Sejarah Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia


Pendahuluan
J.Huizinga (1872 – 1945) seorang ahli sejarah Belanda mengatakan bahwa sejarah adalah cara kebudayaan mempertanggungjawabkan masa silam. Dengan meneliti masa lampaunya, manusia mencoba untuk menjelaskan posisinya terhadap para pendahulu dan memahami dirinya sendiri. Untuk memberi arti kepada kehidupannya sendiri, manusia perlu juga memberi arti kepada kehidupan dan perbuatan pendahulunya yang menghasilkannya. Perbuatan para pendahulu diteliti, dimengerti dan dinilai. Singkatnya dipertanggungjawabkan untuk dapat mempertanggungjawabkan perbuatan manusia sekarang, baik yang berdasarkan langsung pada sejarah maupun yang justeru menentang perbuatan zaman lalu. Demikianlah manusia memperoleh penjelasan dan keterangan tentang situasinya pada waktu sekarang melalui konfrontasi dengan masa lampau yang menghasilkannya.
Demikianlah halnya bila kita ingin memahami keberadaan kita sebagai bagian dari Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Untuk memberi makna pada kehidupan dan pergumulan kita sekarang ini, maka kita 1juga perlu memberi arti pada kehidupan dan perbuatan para pendahulu kita sekarang ini, maka kita juga perlu memberi arti pada kehidupan kita pada masa lampau. Dan disinilah arti penting dari kita mempelajari sejarah GMKI. Sebab bagi GMKI sejarah tidak sekedar urutan waktu, kronik yang statis, tetapi   merupakan wahana mempelajari dialog masa lalu, dan secara kontenplatif dijadikan cermin melangkah ke depan. Sebab Kristus adalah Tuhan dan Juru Selamat manusia, juga adalah Tuhan sejarah.  Pada kesempatan ini, kita akan bersama-sama mencermati, dan memberi arti pada sejarah berkembangnya GMKI. Dan secara ringkas akan diuraikan GMKI dengan memilahnya dalam beberapa bagian yang meliputi Federasi Mahasiswa Kristen sedunia (WSCF), CSV, PMKI dan terbentuknya GMKI.
World Student Christian Federation (WSCF)
WSCF didirikan bulan Agustus 1895 di Wettern, Swedia. Pendirinya adalah Dr. John R. Mott. Cita-cita dari didirikannya organisasi ini adalah mengusahakan terciptanya kesetaraan antara sesama, dengan menghilangkan berbagai bentuk diskriminasi yang ada, juga harapan akan suatu persatuan sebagai tubuh Kristus. Cita-cita WSCF ini tercermin dalam mottonya yang berbunyi “UT OMNES UNUM SINT”.
Motto ini juga menggambarkan sifat dari organisasi ini yaitu oikumenis. Dan sejak tahun 1911, Federasi Mahasiswa Kristen sedunia ini membuka pintu bagi golongan-golongan lainn yang gigh memperjuangkan paham oikumenis di kalangan umat Kristen.
Christelijke Studenten Vereninging op Java (CSV op Java)
Pada awal abad XX, di Indonesia telah muncul berbagai sekolah menengah dan keahlian. Selain itu di beberapa tempat, juga telah berdir beberapa Perguruan Tinggi, seperti Tekhnologi di Bandung, pertanian/Peternakan di Bogor, Hukum dan Kedokteran di Jakarta. Di tempat-tempat ini, para pelajar dan mahasiswa juga telah membentuk berbagai organisasi kepemudaan, tidak terkecuali mahasiswa-mahasiswa Kristen.
Organisasi kepemudaan yang berciri Kristen mulai terbentuk sekitar tahun 1915 di Surabaya, dengan nama Jong India.  Organisasi ini dimulai terutama oleh mahasiswa Nederlandsch-Indische artsen School (NIAS). Keanggotaan organisasi ini terbuka bagi mereka yang non Kristen.  Sikap ini terus dipertahankan sampai beralih menjadi CSV op Java afdeeling Soerabaya. Program organisasi ini meliputi perkemahan, kelompok diskusi, PA sehingga memberi kesempatan kepada anggotanya memperlengkapi diri mereka dalam bidang Gereja dan masyarakat. Selain di Surabaya di tempat-tempat lain di Indonesia, juga bermunculan berbagai organisasi kepemudaan Kristen, dengan ciri sendiri-sendiri, dan belum ada pelayanan khusus yang diberikan kepada mereka.
Baru pada tahun 1923, Van Doorn seorang ahli kehutanan, yang juga aktifis NCSV bersama seorang mahasiswa kedokteran, yakni Johanis Leimena, melalui pelayanannya terhadap mahasiswa Kristen di Indonesia. Pelayana ini berkembang dalam bentuk kelompok-kelompok kecil dengan kegiatan : persekutuan doa, Penelaan Alkitab, diskusi bersama tentang berbagai masalah.  Dari kegiatan inilah, maka pada Tahun 1924      terbentuklah cabang CSV yang pertama yaitu Batavia CSV.
Pada tanggal 18 – 19 Februari 1926 di Bandung, diadakan Konferensi Pemuda Kristen. Konferensi ini diikuti oleh Johanes Leimena dan merupakan Konferensi pemuda se Indonesia yang pertama. Konferensi ini melahirkan beberapa keputusan penting yakni : 1). Agar setiap tahun diadakan kenferensi yang serupa, dan 2). Ditetapkan pusat kegiatan pemuda di jalan Kebun Sirih 44 yang menjadi markas dari batavia CSV.
Dalam konferensi tanggal 28 Desember 1932, di Kaliuran yang dihadiri oleh CSV Surabaya dan CSV Jakarta, serta beberapa mahasiswa Bandung, melahirkan pernyataan untuk membentuk CSV op Java. Sebagai ketua umum pertam, terpilih Dr. Johanes Leimena, Sekretaris Dr.  Van Doorn dan Bendahara Tan Tjoan Soei. Anggotanya pada waktu itu sekitar 90 orang (30 orang di Jakarta).  Walaupun kecil, namun CSV op Java berhasil meletakkan dasar-dasar pembinaan mahasiswa yang kemudian dilanjutkan oleh GMKI. Aspek pertama adalah kerja sama antar GMKI-GMK Asia, dan aspek kedua yang lebih penting adalah Semangat Persatuan Nasional.
Pada masa pendudukan Jepang, ada larangan bagi organisasi-organisasi untuk melakukan kegiatannya, khususnya organisasi yang dibentuk pada zaman Hindia Belanda. Larangan ini berlaku juga untuk CSV op Java, sehingga praktis sejak tahun 1942, secara organisatoris CSV op Java telah berhenti. Namundemikian pertemuan secara diam-diam antara sejumlah anggota masih dilakukan juga.
Setelah proklamasi kemerdekaan RI, pada akhir 1945 para mahasiswa hukum, kedokteran dan teologia yang berkumpul di jalan Pegangsaan Timur (STT Jakarta) membentuk perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia (PMKI), dan Dr. J. Leimena tetap terpilih sebagai ketua umum. Kegiatan-kegiatan PMKI ini juga sebenarnya tidak jauh berbeda dengan CSV op Java.
Pada masa tersebut, suasana revolusi sangat mewarnai perkembangan PMKI. Hal ini disebabkan anggota PMKI sebagian besar adalah mahasiswa yang memihak pada perjuangan kemerdekaan. Dan ini merupakan warisan dari para pemimpin CSV op Java yang juga memihak pada solidaritas kebangsaan Indonesia. Tetapi tidak lama setelah PMKI terbentuk, muncul pula suatu organisasi baru dengan menggunakan nama CSV. Cabang-cabangnya juga terdapat di Bandung, Bogor dan Surabaya.
Pada hakekatnya, pembentukan CSV baru pada awal tahun 1946 tidak dimaksudkan sebagai organisasi tandingan PMKI, bahkan pembentukannya direstui oleh pimpinan PMKI. Tetapi ada kesepakatan bahwa masing-masing organisasi tidak akan saling menyaingi dalam merekrut anggota.
Namun lambat laun, suasana permusuhan antara Indonewsia dan Belanda menjalar juga ke Organisasi pemuda ini. Sikap PMKI pada waktu itu adalah mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Para anggota CSV memandang perjuangan itu hanya dari sisi negatifnya saja.
Terbentuknya GMKI
Pada tanggal 8 – 10 Maret 1947, diadakan konferensi mahasiswa Indonesia di Malang. Konferensi ini menghasilkan wadah federasi dari organisasi-organisasi ekstra universiter. Wadah yang dibentuk ini bernama Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI). Empat organisasi lokal dan tiga buah organisasi yang berciri  agama dan berluang lingkup nasional membentuk organisasi ini. Organisasi tersebut adalah : HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), PMKI, PMKH (Perhimpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan) Bogor, PMD (Perhimpunan Mahasiswa Djakarta), PMJ (Perhimpunan Mahasiswa Jogkjakarta) dan HMM (Masyarakat Mahasiswa Malang).
Peranan PMKI dalam PPMI di masa revolusi itu cukup penting. Tetapi karena PPMI sangat terpengaruh dengan paham komunis pada waktu itu, maka akhirnya PMKI memutuskan untuk keluar dari PPMI. Baru pada tahun 1950-an, PMKI memperbaharui hubungan mereka kembali.
Tahun 1947, berlangsung KMB di Negeri Belanda. Salah satu keputusan yang penting dari KMB ini adalah mengakhiri pertikaian antara Indonesia dan Belanda. Dan segera dibentuk negara Indonesia Serikat. Ini berati bahwa pertentangan antara CSV-baru dan PMKI juga perlu  diselesaikan. Melalui pembicaraan para tokoh masing-masing organiasasi, pada tanggal 19 Februari 1950, bertempat di kediaman Leimena, mereka sepakat untuk mengadakan pertemuan. Dan nama yang dipilih untuk organisasi batu ini adalah Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia.
Dalam pertemuan ini Laimena menyampaikan pidato singkat yang cukup penting karena selain memberi ciri-ciri pokok pada GMKI, juga mengandung anjuran tentang langkah-langkah yang harus diambilnya.
“Tindakan ini adalah suatu tindakan historis bagi dunia mahasiswa umumnya dan masyarakat Kristen khususnya. GMKI menjadilah pelopor dari semua kebaktian yang akan dan yang mungkin harus dilakukan di Indonesia. GMKI jadilah suatu pusat, tempat latihan, dari mereka yang bersedia bertanggungjawab atas segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan dan kebaikan negara dan bangsa Indonesia. GMKI bukan merupakan suatu gesellscaft, tetapi ia adalah suatu gemeinschaft, persekutuan dalam Kristus Tuhannya. Dengan demikian, ia berakar baik dalam Gereja maupun dalam nusa dan bangsa Indonesia. Sebagai suatu bagian dari Iman dan Roh, ia berdiri di tengah-tengah dua proklamasi; Proklamasi Kemerdekaan Nasional, dan Proklamasi Tuhan Yesus Kristus dengan Injil-Nya, yaitu Injil Kehidupan, kematian, dan kebangkitan”.
Dalam rapat pembentukan ini pimpinan PMKI dijadikan pimpinan GMKI. Tetapi hal ini tidak berlangsung lama karena ada kesepakatan untuk mengangkat Dr. C. Siregar dan Tine Frans sebagai ketua umum dan sekjen. Pertemuan resmi antara kedua organisasi ini terjadi pada bulan Desember 1950, dan dilihat sebagai Kongres I GMKI.
Ada dua hal penting dari pidato Laimena, yang dapat dikatakan sebagai warna dari GMKI yaitu tentang gerakan Oikumene dan Nasionalisme. Pertanyaannya bagaimana GMKI menyadari posisinya itu dan melakukan secara proposional akan tugas dan panggilannya di tengah-tengah masyarakat, bangsa dan negara Indonesia ? Hal ini bisa kita lihat bersama dalam perjalanan sejarahnya sampai saat ini. Untuk itu selanjutnya tulisan ini akan mengungkapkan hal tersebut, khususnya dengan mengamati hasil-hasil kongres GMKI yang telah dilaksanakan.
Dalam Kongres I GMKI hal penting yang dibicarakan adalah bagaimana pelayanan yang efektif bagi anggota sebagai unit terkecil organisasi, terutama dengan kegiatan-kegiatan PA, sehingga mereka dimampukan untuk menjadi saksi Kristus dalam dunia mahasiswa di Indonesia. Perlu juga kita ketahui, pada tahun 1950, tepatnya pada tanggal 22 Mei terbentuklah Dewan Gereja-Gereja Indonesia (DGI) yang dipelopori oleh tokoh-tokoh yang sebelumnya dibina oleh GMKI.
Pada bulan Oktober 1952, berlangsung Kongres Nasional II GMKI. Dalam Kongres ini ditetapkan AD/ART GMKI dan didasarkan atas Alkitab yang menyaksikan Yesus Kristus adalah Anak Allah dan Juru Selamat. Persoalan pokok yang dibicarakan dalam Kongres ini adalah tentang program pelayanan anggota.
Kongres selanjutnya diadakan di Jogjakar1ta tahun 1953. Kongres IV di Surabaya tahun 1954, Kongres V di Bandung tahun 1955, Kongres VI di Sukabumi tahun 1956 yang menggumuli eksistensi dan identitas GMKI agar tetap independen dan tidak tergoda untuk bernaun dibawah salah satu kekuatan partai politik. Disamping itu kongres ini mengadakan perubahan AD/ART.
Kongres VII berlangsung di Kaliurang tahun 1959, Kongres VIII di Surabaya tahun 1961. Dan ini merupakan Kongres I pada dekade 60-an. Dekade ini dikenal sebagai konsolidasi, sedangkan dekade 50-an sebagai masa pertumbuhan. Perlu kita catat pula bahwa pada tahun 1961, atas inisiatif GMKI, talah dipertemukan dua organisasi Pemuda Kristen, yakni MPK dan PPKI untuk melebur diri manjadi satu organisasi yang sekarang kita kenal dengan GMKI.
Dari Kongres-Kongres tersebut kita melihat bahwa dalam sejarah perjalanan dan perkembangannya GMKI terus setia dengan apa yang menjadi cita-cita awal ia didirikan untuk menjadi saksi orang Kristen di negara Indonesia. 

Tinggi iman, tinggi ilmu, tinggi pengabdian.
UT OMNES UNUM SINT
 Syalom.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar