JANJI Part II
6 tahun 7 bulan 3 hari
kemudian…
Langkah gontai kaki melangkah dengan
cepat melewati kerumunan orang banyak. Memakai
boots tinggi dan stoking serta mengenakan jaket tebal dan syal. Udara di Ginza
sangat dingin. Di tempat ini terdapat berbagai toko serba ada, butik,
restoran dan kafe. Ginza dikenal sebagai salah satu pusat perbelanjaan paling
mewah di dunia. Toko-toko utama dari merek busana elite berada di sini, Hancur
oleh pemboman saat perang dunia kedua, perekonomian Ginza mulai bangkit kembali
dengan ditandai munculnya papan iklan neon yang berwarna-warni. Saat acara car
free day berlangsung, jalan-jalan kecil menuju
jalan utama Ginza diblokir sehingga Icha harus mencari jalan lain. Di tengah
jalan diletakkan bangku-bangku sehingga warga bisa duduk dan menonton. Disebrang
jalan sang ayah menunggu Icha sambil menikmati secangkir kopi hasil racikan
barista kelas dunia.
“Hi
dad. I’m sorry I late. Can we go now?”kata
Icha dengan napas terengah-engah.
“Yes,
of course honey.” Jawab sang ayah santai sambil meletakkan koran yang
dibacanya.
Setelah
mengelilingi beberapa toko butik di Ginza selama hampir dua jam, mobil BMW MINI
berwarna merah itu pun melaju menuju Harajuku. Harajuku merupakan trend setter fashion untuk
kawula muda. Berbeda dengan Ginza yang menjadi fashion mecca untuk fashion
lover yang lebih dewasa. Daerah ini terkenal sebagai tempat terpusatnya fashion
house dunia seperti Gucci, Hublot, Louboutin dan merk populer seperti Uniqlo.
Ayah tidak ikut menemani Icha belanja karena baginya
membaca koran itu lebih baik daripada menemani putri semata wayangnya itu
belanja. Tidak membutuhkan banyak waktu untuk berbelanja pakaian yang dicarinya
karena di Harajuku everything’s complete for her. Jarum jam menunjukkan pukul
lima sore dan Icha bergegas menuruni lantai tiga dengan langkah kaki
terburu-buru. Tidak ingin ketinggalan pesawat, Icha belanja seadanya saja.
“Dad, maybe we can go now to airport. I have been get
what I want. I don't wanna coming late.” Teriak Icha menuju mobil.
“Ok honey.” Jawab ayah sambil menyeruput tetes kopi
terakhirnya.
Mobil pun melaju meninggalkan Harajuku menuju Bandara
Internasional Haneda. Ibu dan beberapa sanak saudara sudah menunggu Icha di
bandara. Mereka tersenyum menyambut kehadiran wanita berambut halus lurus,
berkulit putih dengan bibir tipis dan sebagian besar ruas gigi atas lebih ke
depan. Dengan setengah berlari Icha menghampiri ibu dan sanak saudaranya. Ayah
membawa barang bawaan yang akan digunakan Icha selama di Indonesia. Dua puluh
menit lagi pesawat Icha akan terbang bebas ke Indonesia.
“Dad, mom and all of you, I will go to Indonesia for a
long time. I pray I hope my college goes well and get back here so on. I will miss you
all. I love you. See you” Icha pamit kepada keluarganya sebelum masuk ke
ruangan yang akan mengantarnya ke pesawat. Tidak berapa lama pesawat yang
dinaikinya melaju bebas di atas langit.
***
Mesak, Kriwil dan Ucok sibuk membantu Mimin merapikan kos
barunya. Impian mereka satu universitas pun terkabulkan. Mesti tidak satu
jurusan, bagi mereka kuliah ditempat yang sama adalah hal yang sangat
menyenangkan. Mesak dan Ucok lulus dijurusan ilmu kesejahteraan sosial,
sedangkan Kriwil dan Mimin berada di jurusan manajemen. Mereka tidak satu
fakultas, namun fakultas mereka sangat dekat. Dekat sekali. Cukup satu kali
langkah saja sudah sampai di fakultasnya Mesak dan Ucok. Dekat sekali, bukan?
Hahaha.
Butuh tenaga dan otak yang cukup untuk masuk ke
universitas negeri favorit empat sekawan ini. Dari malam hingga pagi belajar
dan hanya belajar yang mereka lakukan saat hari ujian SNMPTN mendekat. Badan
kurus dan wajah pucat yang mereka dapat tidak sebanding dengan lulusnya mereka
ke universitas negeri yang telah lama mereka idam-idamkan.
“Udah bersihkan?” Tanya Ucok dengan khas logat
bataknya.
“Sudah. Sudah.” Jawab ketiga temannya dengan meniru logat
batak kental milik Ucok.
Mereka pun tertawa senang. Wanita seorang menjadikan
Mimin idola diantara teman-temannya. Mimin selalu menjadi prioritas utama yang
harus mereka jaga dan lindungi. Tidak salah bila Mimin bahagia menjadi pusat
perhatian ketiga teman prianya itu. Wanita mana pun itu pasti iri bila melihat
Mimin dikelilingi laki-laki baik serta perhatian seperti Mesak, Ucok dan
Kriwil. Perlengkapan kuliah hingga masalah kos-kosan sudah beres. It’s time to rested.
***
Butuh waktu sembilan hingga sepuluh jam sampai ke
Jakarta. Perjalanan yang melelahkan ini terakhir kali dilakukannya tujuh tahun
yang lalu. “Finally…” desah Icha. Tak berapa lama pesawat pun lepas landas menuju
Bandara Kualanamu yang berada di Deli Serdang menggantikan Bandara Polonia yang
di Medan.
Kurang lebih dua jam, akhirnya pesawat garuda mendarat
di bandara internasional tersebut. Namun perjalanan Icha belum berakhir sampai
disini. Icha harus menempuh tiga hingga empat jam perjalanan untuk menemui sang
kakek yang saat ini sendiri di rumah sejak neneknya meninggal dua tahun yang
lalu.
Yupp!!!
Dalam sehari harus terbang dari Tokyo-Jakarta, Jakarta-Deli Serdang, Deli
Serdang-Perdagangan, tanpa ada waktu istirahat. Icha berharap bisa
menyelesaikan petualangannya hari ini lalu tidur sepuasnya.
Mendengarkan musik adalah satu hal yang bisa
menghilangkan rasa bosan. Ditemani Tablet Apple iPad Air WiFi, Icha mengup-date status di jejaring sosial, facebook
miliknya.
“My
trip is very tiring. On the way to the city of memories, Perdagangan City. I so
miss my grand pa and my friends.”
***
Mendapat kabar dari kampung bahwa Icha sudah kembali.
Empat sekawan senang sekali mengetahuinya. Dan kabarnya Icha kuliah di universitas
yang sama dengan mereka. Dua hari lagi Icha akan berangkat ke Medan untuk
mendaftar dan mempersiapkan segala sesuatunya.
2
hari kemudian…
Mesak dan Ucok menjemput Icha di
loket taksi. Perubahan besar pada fisik mereka lupa akan sosok satu sama lain.
Icha tidak menyangka bila teman-teman kecilnya itu tumbuh menjadi laki-laki
tampan dan sangat mengagumkan. Icha terkesima saat melihat mereka dewasa.
Kedatangan Icha menambah daftar
orang yang harus dijaga, dilindungi serta diperhatikan. Sang kakek menitipkan
Icha kepada empat sekawan untuk dijaga. Mimin dan Icha berada di kos yang sama
namun kamar mereka bersebelahan.
Aktivitas kuliah pun siap
menyibukkan waktu Icha, Mimin, Mesakh, Ucok dan Kriwil. Setiap harinya mereka
meluangkan waktu belajar dan ngumpul bersama di perpustakaan sembari menikmati
fasilitas wifi yang disediakan. Mulai dari ayam penyet, nasi goreng, bakso, teh
manis, nutri sari dingin, dan menu makanan lainnya terhidangkan di meja milik
mereka. Heboh dan ramai. Kata yang bisa menggambarkan situasi lima sekawan ini
bila saat bersama.
Icha punya banyak waktu menghabiskan
kebersamaan dengan empat sekawan sembari menyelesaikan kuliah. Hampir sepanjang
waktu Icha lewati dengan empat sekawan. Meskipun sesekali terjadi adu argumen
bahkan salah paham hingga menimbulkan slek
adalah hal wajar yang dialami dalam pertemanan. Dan Icha memakluminya. Walaupun
setiap harinya dilalui bersama, Icha dan empat sekawan tidak memiliki yang
namanya “cinta” diantara mereka selain kasih sayang sebagai saudara. Hingga
akhirnya Icha dan empat sekawan menemukan pasangan dari jurusan dan fakultas
yang berbeda. Ssttt… boleh dibilang mereka tidak lagi berlima tapi bersepuluh.
Hahaaha.
“The End”