Selasa, 22 April 2014

cerpenku 8

Me vs English
Salah satu hal yang harus kita persiapkan untuk menghadapi pasar bebas tahun depan adalah pintar berbahasa inggris. Yes, of course! Kita tahu bahasa inggris adalah bahasa internasional yang selalu digunakan oleh negara mana pun itu. Bahkan dunia kerja di negara kita sendiri pun membutuhkan tenaga kerja yang mahir dalam berbahasa inggris. Tidak salah bila banyak kursus bahasa inggris menjamur saat ini dan orang berlomba-lomba belajar bahasa inggris.
Namun itu berbeda denganku. Bahasa inggris memang pelajaran favoritku saat aku sekolah, namun karena pacarku memaksaku harus pintar berbahasa inggris maka sekarang aku anti sekali dengan bahasa yang akrab dengan dunia itu. Bayangkan saja apa yang dilakukan pacarku denganku bila aku tidak tahu tensis, dia tidak segan memarah-marahiku hingga mengancam akan menutup telepon jika aku tidak tahu. Yang lebih kesalnya lagi dia memintaku untuk menghapal dan mempelajari keenam belas tensis itu karena bila kita sudah paham tensis maka kita dengan mudah dapat berbahasa inggris dengan lancar katanya padaku.
Kesibukanku sebagai orang nomor satu di salah satu organisasi kampus menyita hampir semua waktuku termasuk merampas kebebasanku. Yaa… seharian di kampus dilanjut lagi dengan menjalankan program organisasi melupakanku akan tugas yang diberikan oleh pacarku. Aku selalu berpikir tidak ada kata terlambat untuk menimba ilmu, dan karena prinsip itu pula aku selalu mengatakan masih ada hari esok dan selalu esok, esok dan esok, dan akhirnya aku pun lupa untuk belajar.
Time is money. Yupp! Tapi sepertinya peribahasa itu tidak berlaku untukku. Dalam benakku tersirat kalimat yang berbunyi, “lakukanlah apa yang bisa kamu lakukan saat ini karena esok belum tentu kamu bisa melakukannya.” Yang kupahami dari kalimat itu yaitu aku bebas menghabiskan waktuku dari hari ke hari, jam ke jam, menit ke menit hingga detik ke detik dengan melakukan hal-hal yang aku suka.
Tidur-nonton-online-bengong, tidur-nonton-online-bengong, tidur-nonton-online-bengong, dan begitulah seterusnya hingga tahun silih berganti. Semula kurasa nyaman dengan kehidupan seperti itu, tapi bila terus-terusan melakukannya aku seperti orang bodoh karena menyia-nyiakan waktuku. Akhirnya aku kembali ke hobiku yang pernah kuteladani sejak dua tahun yang lalu yaitu menulis dan mengikuti lomba-lomba di internet.
Back to the topic. Aku pikir aku tidak punya waktu untuk belajar bahasa inggris karena dari hari senin hingga minggu aku sibuk sekali. Aku ingat kalau belum belajar bahasa inggris jangan coba-coba menelepon pacarku karena aku pasti akan disembur dengan kata-kata manisnya namun menusuk. Tapi bila tidak meneleponnya sehari saja aku rindu setengah mampus. Jadi mau gak mau aku pasti meneleponnya walau pun dengan terpaksa aku harus belajar bahasa inggris dengannya via telepon.
***
“Aarrggghh!!! Aku telat bangun!” teriakku kesal sambil melihat jam di henponku menunjukkan pukul sepuluh lewat sepuluh pas. Hari ini aku kuliah jam sepuluh lebih sepuluh menit. Walau pun sudah telat aku masih belum bergerak untuk bersiap-siap ke kampus. Aku masih tidur santai tanpa dosa diatas kasurku. Kasurku masih setia memberikan kenyaman hingga ia tak ingin aku beranjak meninggalkannya. Sembari menanyakan kabar di kampus, aku merenungi penyebab aku telat bangun.
Jam 6.38 aku terpaksa bangun karena belakangan ini air sering mati jadi mau tak mau harus menampung air tiap malam. Aku takut tidak kebagian air kalau lama bangun. Ingat kalau tadi malam aku tidak mandi, dengan mata kantuk aku paksakan untuk bangun lalu mandi. Tepat jam 7.00 aku selesai mandi. Walau pun sudah mandi tapi mata ini masih saja butuh tidur. So tidurnya aku lanjut lagi sembari menunggu 3 jam lagi kuliah. Dengan posisi tidur telungkup sambil memeluk bantal guling karena rambutku masih basah. Hampir sejam tidur, aku berganti posisi dan rasanya sakit sekali badan ini karena posisi tidurku yang salah. Aku sempat bangun untuk mengecek jam. Saat itu jam 8.17. Aku pikir masih lama lagi jam sepuluh jadi aku lanjut tidur hingga akhirnya terlambat bangun.
“Ya ampun karena malasku aku telat bangun” kataku dalam hati.
Tidak ada kabar dari teman, aku pun bergegas menyiapkan diri ke kampus. Dan kali ini aku cukup beruntung karena ternyata si dosen tidak masuk.
***
Seperti biasa aku sarapan bersama temanku di bepeka haleluya. Itu makanan khas medan dengan menu utama babi. Sambil bercerita kami menunggu kuliah berikutnya. Nada dering pesanku berbunyi memberitahu ada pesan masuk. Lalu aku membuka pesan itu. “Dek, udah free-kah?” isi pesan itu. Aku ingat kalau tadi malam aku punya janji dengan kakak sebelah kamarku untuk mengenalkanku dengan temannya yang datang dari Filipina. Lalu kujawab,” Udah kak. Ntar lagi aku pulang.” Dan pesan itu pun terus berlanjut dengan kesepakatan bertemu di bekas lapangan basket kampusku.
***
Aku dan temanku malas kuliah tapi kami ke kampus untuk mengecek kabar ter-up date. Dan ternyata si dosen sudah masuk lebih dulu. Kami pun telat. Dari awalnya sudah malas kuliah, aku jadi tidak menikmati pelajaran yang disampaikan si dosen. Seperti kucing yang mau beranak, aku tidak tenang duduk di kursi. Aku merasa sedang duduk di kursi panas lalu diserang dengan pertanyaan-pertanyaan pedas oleh om tanto wiyahya. “Ayo dong bu buruan tutup kuliah ini, udah bosan nih” kataku dalam hati sambil menatap kosong selembar kertas berisi bahan kuliah hari ini. Dan akhirnya pun doaku terjawab, si dosen sepertinya malas mengajar juga hingga kuliah dipercepatnya siap. “Yes!” kataku senang sambil memasukkan peralatan kuliah ke dalam tas.
***
Aku menuju lapangan basket untuk bertemu dengan kakak kos dan si orang Filipina itu. Berjabat tangan adalah budaya kita saat berkenalan dengan orang baru atau pun sudah lama tidak bertemu. Tanpa bertele-tele si Filipina pun nyerocos bicara dengan bahasa inggris. Bla bla bla bla bla bla. “Ya ampun aku nggak tau apa yang dibilanginya” gerutuku dalam hati. Lalu aku ingat pacarku, ternyata aku harus belajar bahasa inggris. Aku seperti orang bego saat mendengarnya berbicara. “Yes. Oh. I see.” Kalimat yang selalu kukatakan untuknya. Geleng-geleng dan mengangguk-angguk yang bisa bahasa tubuhku lakukan sebagai pemberi isyarat padanya. Bila aku tidak mengerti maksudnya, ia menjelaskannya lewat kakak kosku. “Untung saja ada penerjemah” ucapku lega.
Setelah panjang lebar ia bicara, kami sepakat besok jumpa lagi di tempat yang sama dengan waktu yang beda. Dan setelah bertemu dengannya aku jadi berpikir harus belajar bahasa inggris malam ini supaya besok aku tidak hanya bilang “Yes. Oh. Oke. I know. Bla bla bla.” Dan benarlah yang dikatakan pacarku itu kalau bahasa inggris itu PENTING.

-         The End  -