Sabtu, 29 Maret 2014

cerpenku 4

Aku, Kamu & Dia
Oleh Indah Simanjuntak
“Lo, gue, end!” teriakku di birthday party Lena sahabatku. Aku mengacaukan acara ultahnya karna kuputuskan hubunganku yang sudah 4 tahun kujalani dengan Diko. Aku ngga tahan lagi dengan semua kebohongan Diko dan Lena yang selama ini disembunyikan dariku. Ternyata diam-diam Diko ingin memutuskanku di acara birthday partynya Lena. Aku tau hal ini karna Rasya yang memberitahuku. Aku ngga bisa bayangkan dimana perasaan Lena saat selingkuh dengan pacar sahabatnya sendiri. Malam itu jadi malam kelam buatku. Aku putus dengan Diko karna dia selingkuh sama sahabatku sendiri. Hatiku tercabik-cabik. Bahkan disaat aku memutuskan Diko, disaat itu pula Diko meresmikan hubungannya dengan Lena. Secara spontan aku menampar Diko di depan banyak undangan yang merupakan teman sekolah kami. Plaaakkkkkk! Tamparanku tak sebanding dengan rasa sakit yang mereka goreskan dihatiku. “Sakit! Sakit banget!” teriakku dalam hati.
            Setelah malam itu, aku ngga semeja lagi dengan Lena. Lena pindah ke belakang bertukar posisi dengan Rasya. Lena tidak pernah minta maaf padaku, bahkan dia mencuekiku di kelas. Hatiku semakin tercabik-cabik saat aku melihat Lena dan Diko makan bareng di kantin, pulang pergi sekolah selalu sama dan bahkan mereka tak segan-segan bermesraan di hadapanku. Mereka tidak peduli dengan perasaanku. “Help me God please” bisikku dalam hati. Teman-temanku sangat simpati padaku. Mereka menyebut Lena dan Diko sebagai pengkhianat, tapi aku tidak pernah membenci mereka karna aku sudah memaafkan kesalahan mereka. Aku berharap ini sakit hati yang pertama dan terakhir untukku.
            Saat mencari buku paket akutansi di rak bukuku, tidak sengaja 2 foto jatuh dari dalamnya. Foto saat aku dan Diko sedang berlibur di Borobudur. Diko memelukku sangat mesra saat itu. Lalu foto berikutnya saat aku berulang tahun. Diko mencium keningku di hadapan kedua orang tuaku dan juga teman-temanku. Tiba-tiba aku teringat lagi dengan semua kenanganku dengan Diko. Aku pun termenung mengingat semua memori indah itu. Tanpa kusadari ada yang jatuh dari pelupuk mataku. Aku sadar itu semua tinggal kenangan. Kemudian kulihati di sekitar kamarku. Di setiap sudut kamarku ada bayangan Diko. Sulit bagiku  melupakan Diko karna hampir tiap hari aku melihat bayangannya di kamarku. Lalu kumasukkan semua barang-barang yang pernah Diko kasih untukku dalam sebuah kardus kecil. Mulai dari bunga mawar, fotoku dengan Diko, boneka, lampu hias, jam tangan dan surat-surat cinta dari Diko. Supaya aku benar-benar bisa melupakannya, aku pun pindah ke kamar kakakku yang saat ini sedang mengambil S2 di luar negeri.
            Waktu terus berputar dan tanpa terasa hari ini adalah pengumuman kelulusan SMA senasional. Rasya menjemputku dari rumah untuk melihat pengumuman. Setibanya di sekolah, teman-teman pada sibuk memadati mading sekolah yang letaknya ada di koridor. Semua berdesak-desakan ingin melihat namanya di papan kelulusan. Sejauh ini aku tidak melihat teman-temanku ada yang pingsan atau pun menangis sedih karna tidak lulus. Mereka semua terlihat begitu senang, ada yang teriak, tertawa, lari-lari, melompat kegirangan, menangis bahkan saking senangnya ada temanku yang menyalami orang-orang yang saat itu tengah lewat di depan sekolah. Aku tertawa melihat ekspresi mereka. Saat mading mulai sepi, giliranku melihatnya. Hari itu mulai sore. Telunjuk tangan kananku mulai menelusuri kertas demi kertas untuk mencari namaku. Tanganku berhenti saat mataku membaca nama yang kucari-cari.
No.
NIS
Nama
Keterangan
121
18490 
Andrea Zahara
LULUS
“Yes! Gue lulus” teriakku dalam hati. Aku senang akhirnya aku lulus SMA. Tapi tiba-tiba dadaku terasa sesak saat tanpa sengaja aku melihat Lena memeluk Diko. Ternyata mereka ada di sampingku melihat pengumuman kelulusan juga. Jantungku rasanya mau lepas dari tubuh ini. Aku senang mereka lulus, tapi seharusnya mereka tidak berpelukan di hadapanku. Emosiku mulai naik, entah kenapa pengen rasanya aku berteriak marah pada mereka, tapi karna ini hari terakhir kami bertemu, kuurungkan niatku memarahi mereka. Aku pun mengajak Rasya pulang.
3 tahun 2 bulan kemudian......
Karna gagal masuk perguruan tinggi, akhirnya aku kuliah di salah satu universitas swasta ternama di Jogja. Aku memilih jurusan hubungan internasional karna aku bercita-cita ingin berkelana di negeri orang. Aku sibuk dengan kuliahku hingga aku akhirnya dapat melupakan Diko.
Saat ini aku lagi dekat dengan seniorku. Usia kami sama, hanya saja diusia 4 tahun dia sudah mulai sekolah. Dia sangat baik dan perhatian padaku. Malam ini dia mengajakku nonton bioskop. Kebetulan malam ini launching pemutaran perdana film Breaking Down 2. Aku bingung memakai baju apa malam ini. Entah kenapa aku pengen tampil cantik dihadapannya. Berjam-jam aku membongkar lemari bajuku untuk mencari baju yang cocok buatku. Akhirnya kutemukan juga baju yang pas buat nonton malam ini. Dress hijau polos pilihanku. Aku ingat kalo dress ini pernah aku pake saat Diko menembakku. Tiba-tiba aku teringat lagi padanya. “He's just my past. You must move on Rea” kataku berusaha menyemangati diri sendiri. Rambutku kuikat ala ekor kuda dengan poni menyamping ke kiri. Sebelum aku pergi, aku berkaca untuk memastikan tidak ada yang kurang. “Penampilanku polos banget ya?” pikirku dalam hati. Aku termenung di depan cermin. “Lo udah cantik kok Re. Cantik banget malah” puji Sarah satu kostku. “Lo udah ditungguin tuh sama Manda dari tadi” kata Sarah. Aku kaget ternyata Manda sudah lama menungguku. “Oke. Thanks ya Rah” .
***
“Filmnya bagus banget ya” kataku memecahkan keheningan. Setelah nonton bioskop, aku dan Manda makan di cafe yang tak jauh dari bioskop. “O..oh..ii...iya!” kata Manda terbata-bata. Tingkahnya aneh sekali. Dia kelihatan gugup.
“Lo kenapa?”
“Hah? A...e...gu..gue ngga pa pa kok”.
“Mmm”.
“Rea”.
“Iya?”
Mmm… Lo mau ngga jadi pacar gue?”.
Puurrrrr! Saking shocknya tanpa sengaja aku meyemprotkan minuman dari mulutku  ke wajah Manda. Manda pun terkejut. Dengan cepat kuambil tisu lalu membersihkan wajahnya. Aku membersihkan wajahnya sambil meminta maaf berulang kali. Tiba-tiba Manda memegang tanganku. Jarak wajah kami sangat dekat. Dekat sekali. Bahkan boleh dibilang kami hampir saja berciuman. Tatapannya begitu tajam. Aku merasa ada yang aneh pada diriku saat itu. Jantungku tiba-tiba berdetak kencang sekali. Terakhir kalinya aku seperti ini saat Diko menciumku di pesta ultahku 3 tahun lalu. Cukup lama kami saling berpandangan saat itu.
“Udah lama gue simpan rasa ini Re. Gue sayang lo. Lo mau ngga jadi pacar gue?” kata Manda sambil menatap mataku tanpa berkedip sedikit pun. Aku gugup. Kuakui selama ini Mandalah yang mengisi hari-hariku hingga sedikit demi sedikit aku bisa melupakan Diko. Jantungku berdetak tiga kali lebih kencang. Bola mataku ngga tau lagi kemana arahnya karna hanya Manda yang ada dihadapanku. Langit malam itu dibanjiri bintang dan galaksi lainnya. Udara semakin dingin kurasa karna dress yang kupake berbahan tipis dan berlengan pendek. Tubuhku serasa ditusuk-tusuk angin malam. Saat aku menjawab “gue mau kok jadi pacar lo”, dari mulutku keluar asap karna dinginnya malam itu. Spontan saja Manda langsung memelukku. Hangat kurasa dalam pelukannya. Belum pernah aku merasakan kehangatan senyaman ini. Tapi badanku sedikit gemetar. Manda tau kalo aku kedinginan, lalu dia membuka jaketnya dan memasangkannya ditubuhku. Dia memelukku kembali. Aku mendengar suara angin bernyanyi merdu malam itu dan bintang-bintang di langit memancarkan sinar terbaiknya. Kulihat bulan tersipu malu bersembunyi di balik awan. Mereka seakan-akan dapat merasakan apa yang kurasakan.
***
            Akhirnya aku bisa menggantikan Diko dihatiku. Manda mulai mengisi kenangan demi kenangan di memoriku. Manda selalu mengantar jemput aku dari kos. Jalan, makan, nonton bahkan sampai mengerjakan tugas pun kami lakukan bersama. Kami banyak menghabiskan waktu di perpustakaan karna hobi kami sama-sama membaca. Saat pulang dari perpustakaan, Manda mengajakku ke rumahnya. Katanya sepupunya dari Jakarta datang dan sedang menunggunya di rumah. Karna jalan pulang searah dengan rumah Manda, jadi mau tidak mau aku harus ikut dia ke rumahnya.
Rumahnya bak istana dalam cerita dongeng. Besar sekali. Tamannya luas dikelilingi bunga-bunga dan pepohonan. Ada lapangan golf, badminton dan futsal juga. Indah sekali. Aku tidak menyangka kalau ternyata Manda anak konglomerat pada hal selama ini aku lihat dia biasa-biasa saja. Manda mengaku padaku siapa dia sebenarnya. Manda punya prinsip hidup “find it and never give up, so you'll can get it”. Bahkan motor kawasaki ZX-10R itu adalah hasil dari tabungannya selama ini. Aku salut padanya. Manda juga tidak sombong dan bersahaja pada semua orang. Beda dengan anak muda jaman sekarang yang taunya hanya menghamburkan dan memamerkan harta orang tua.
            Saat memasuki rumahnya, Manda menggandeng tanganku. Aku merasa jadi perempuan yang paling bahagia saat itu. Manda adalah sosok pria impian bagi kaum hawa dan aku bahagia bisa memiliki cintanya. “Aku harap dia cintaku yang terakhir” kataku dalam hati sambil tersenyum. Namun dalam sekejab senyumanku hilang saat aku berpapasan dengan seorang pria di depan pintu rumahnya Manda. Mataku rasanya mau copot. Sesak kurasa. Kueratkan gandengan tangan Manda. Manda bingung lalu menatapku tapi aku tidak menatapnya karna aku hanya berfokus pada pria yang saat ini ada tepat dihadapanku. “Hai Rea” sapa pria itu. Aku hanya terdiam melihatnya. Aku seperti patung. Aliran darahku berhenti bahkan jantungku pun tak berdetak lagi. “Rea, lo kenapa?” tanya Manda lembut sambil memukul pelan pipi kananku. Aku pun tersadar. “A...a...gu...gue ngga pa pa kok” balasku terbata-bata. “Kenapa aku seperti ini ya saat bertemu dengannya lagi” kataku dalam hati.
“Lo kenal sama Rea, Dik?” tanya Manda.
“Iya. Dia teman SMA gue” jawab Manda sambil melihatku. Aku masih terdiam dengan tangan masih menggandeng Manda. “Oh” kata Manda santai. Manda lalu mengajakku dan Diko masuk ke rumah. Selama di rumah Manda aku tidak banyak bicara, aku kaku saat itu. Sesekali kucuri pandang dengan Diko, Diko pun demikian. Mata kami sering bertabrakan. Karna tidak tahan lagi, aku meminta Manda mengantarku pulang dengan alasan kurang enak badan. Memang saat itu wajahku pucat. Tanpa basa basi Manda pun mengantarku pulang. Tatapan Diko tidak berubah dari dulu sampai sekarang padaku, itu yang membuatku tidak tahan lama-lama didekatnya.
***
            Seminggu setelah aku bertemu lagi dengan Diko, perasaanku galau dan risau. Aku tidak tenang selama Diko masih ada disekitarku. Seperti biasa tiap week end aku mengajak Manda ke toko buku tapi kali ini Manda tidak bisa karna harus menemani papanya ke luar kota mengurus perusahaan keluarga. Akhirnya kuputuskan pergi bersama Sarah. Karna sibuk nyari buku, aku dan Sarah terpisah. Saat aku mencari-cari Sarah, tanpa sengaja aku menabrak seseorang. Bruukkkk! Kertas-kertas dalam mapnya berserakan dimana-mana. Lalu aku membantunya mengumpuli kertas-kertas itu sambil berulang kali meminta maaf. “Ini” kataku sambil memberikan kertas-kertas itu lalu tersenyum padanya. Saat aku melihat orang itu, senyumanku sirna.
“Alena?” kataku kaget. Alena tersenyum padaku. Tanpa ada angin dan hujan, Lena memelukku lalu menangis sejadinya. “Maafin gue Re. Gue nyesel udah ngerebut Diko dari lo. Maafin gue ya” isak tangis Lena. Aku diam seribu bahasa. “Gue udah maafin lo kok Len” kataku sambil mengelus-elus punggungnya. Lena menatapku. Rasa penyesalan itu terpancar dari matanya. Lalu kuajak Lena minum di cafe yang ada disamping toko buku itu. Niatku untuk mencari Sarah pun batal tapi aku menelepon Sarah untuk memberitahunya kalau aku bersama temanku di cafe sebelah. Lena menceritakan semuanya padaku. Ternyata setelah lulus SMA, Lena dan Diko putus karna Diko selingkuh dengan sahabat dekatnya Lena. Lena mengaku sudah lama mencariku untuk meminta maaf. Aku tidak menyangka Lena mengalami hal yang sama denganku. Ada kalimat Lena yang membuatku terkejut dan jantungku berdetak cepat sekali. “Sebelum kami putus, Diko bilang ke gue kalo dia sangat mencintai lo Re, alasan dia kemarin nembak gue cuma ingin membalas lo karna udah mutusin dia di ultah gue. Menurut gue itu ngga masuk akal, tapi itu nyakitin hati gue banget Re. Diko jadiin gue pacar hanya untuk pelampiasan doang,  gue nyesel Re” curhat Lena sambil menangis. Aku tidak habis pikir kenapa Diko sanggup melakukan itu pada Lena. Aku kasihan pada Lena. Aku memeluknya. Hari itu mulai gelap. Lena yang udah merasa baikan akhirnya kusuruh pulang. Aku dan Sarah pun kembali ke kos.
            Setelah mendengar pengakuan dari Lena, sikapku biasa-biasa saja. Entah kenapa ada didekat Manda membuatku merasa tenang dan damai. Tapi Manda belum tau tentang hubunganku dengan Diko, aku sengaja tidak memberitahunya karna menurutku itu tidaklah penting. Manda saat ini tengah sibuk mengurus kuliahnya karna tahun ini Manda akan wisuda. Intensitas kami bersama pun berkurang. Aku memberikan ruang buat Manda untuk fokus pada skripsinya. Kesendirianku ini pun dimanfaatkan oleh Diko. Aku tidak tau dari mana Diko dapat nomer hp dan alamat kosku. Diko sering menemuiku di kos, bahkan mengajakku jalan. Aku pun bingung kenapa aku mau menerima ajakannya pada hal aku sudah punya Manda yang baik, perhatian dan sayang padaku. Aku merasa mengkhianati cinta Manda. Manda pernah mengajakku menemaninya mencari bahan skripsinya di perpustakaan tapi aku menolaknya dengan alasan mengerjakan tugas bareng teman pada hal saat itu aku lagi jalan dengan Diko. Itu kesekian kalinya aku bohong pada Manda. “Apa ini artinya gue masih sayang sama Diko” pikirku saat sedang duduk di teras kosku.
            Diko pun mulai menjadi-jadi. Hampir tiap hari dia mengajakku. Sedikit demi sedikit aku mulai mencueki Manda. Lalu Lena mengingatkanku pada apa yang pernah Diko lakukan dulu padaku. Sejak kejadian di toko buku itu, aku dan Lena menjadi akrab kembali seperti saat kami SMA dulu. “Lo ngga boleh terus-terusan kayak gini Re. Lo bilang lo punya Manda yang tulus menyayangi lo. Dia butuh lo ada disampingnya buat ngasih dia semangat nyelesain kuliahnya” kata Lena mengingatkanku. Aku sadar aku sudah sering membohonginya. Aku pun menangis. “Ternyata aku juga pengkhianat” kataku dalam hati. Besoknya kuputuskan untuk menemui Manda dan jujur padanya.
            “Gue tunggu di kantin perpus jam 2 J” isi BBMku buat Manda. Sambil menunggu jam 2, aku baca-baca. Tidak terasa jam di kantin menunjukkan jam 2 tepat. Aku melihat Manda dikejauhan sedang mencariku. Aku melambaikan tangan, Manda melihatku lalu menghampiriku. Muka Manda kelihatan lelah dan badannya mulai kurus karna belakangan ini dia sering begadang. Aku memesan orange juice minuman kesukaan Manda. Kuberanikan diri buat jujur padanya karna aku tidak mau kehilangan orang yang kusayangi untuk kedua kalinya. Aku baru sadar ternyata aku sangat mencintai Manda. Dipikiranku saat ini hanya ada Manda, Manda dan Manda. Dengan sedikit kaku kuceritakan semuanya pada Manda. Mulai dari hubunganku dengan Diko, alasanku sering menolak ajakannya serta curhatan isi hatiku padanya. Aku takut Manda memutuskanku karna saat itu Manda kelihatan marah dan kecewa padaku. Manda beranjak dari kursinya lalu berdiri dihadapanku. Perasaan takutku pun mulai menjadi-jadi. Aku pasrah apa pun yang terjadi. Tiba-tiba Manda memelukku. Erat sekali. Lalu berbisik ditelingaku, “Lo tau gue sayang banget sama lo, gue sakit hati saat lo bilang kalo lo sering jalan sama Diko sampe-sampe lo bohong sama gue. Tapi gue hargai kejujuran lo buat ngakuinnya. Makasih. Gue sayang lo sampe kapan pun Re”. Setelah mendengar itu, aku pun bisa bernapas lega dan aku bahagia karna Manda mau nerima kejujuranku. “Makasih. Gue janji ngga akan ngulanginya lagi. Gue sayang lo banget” balasku.
Bunga-bunga cinta diantara kami kembali mekar dengan warna yang jauh lebih indah. Rumput hijau pun menari-nari. Burung-burung di langit bersorak-sorai. Karya Tuhan yang sungguh luar biasa.
Kemarin sore di taman kota...

“Maafin gue Dik, gue ngga bisa nerima cinta lo lagi. Gue sayang banget ama Manda dan gue ngga mau kehilangan dia. Dia kebahagiaan gue. Biarkan gue bahagia bersama Manda. Please?” kataku setelah Diko mengungkapkan perasaannya. Sekian J