Aku, Kamu & Dia
Oleh Indah
Simanjuntak
“Lo,
gue, end!” teriakku di birthday party
Lena sahabatku. Aku mengacaukan acara ultahnya karna kuputuskan hubunganku yang
sudah 4 tahun kujalani dengan Diko. Aku ngga tahan lagi dengan semua kebohongan
Diko dan Lena yang selama ini disembunyikan dariku. Ternyata diam-diam Diko
ingin memutuskanku di acara birthday
partynya Lena. Aku tau hal ini karna Rasya yang memberitahuku. Aku ngga
bisa bayangkan dimana perasaan Lena saat selingkuh dengan pacar sahabatnya
sendiri. Malam itu jadi malam kelam buatku. Aku putus dengan Diko karna dia
selingkuh sama sahabatku sendiri. Hatiku tercabik-cabik. Bahkan disaat aku
memutuskan Diko, disaat itu pula Diko meresmikan hubungannya dengan Lena.
Secara spontan aku menampar Diko di depan banyak undangan yang merupakan teman
sekolah kami. Plaaakkkkkk! Tamparanku tak sebanding dengan rasa sakit yang
mereka goreskan dihatiku. “Sakit! Sakit banget!” teriakku dalam hati.
Setelah malam itu, aku ngga semeja
lagi dengan Lena. Lena pindah ke belakang bertukar posisi dengan Rasya. Lena tidak pernah minta maaf
padaku, bahkan dia mencuekiku di kelas. Hatiku semakin tercabik-cabik saat aku
melihat Lena dan Diko makan bareng di kantin, pulang pergi sekolah selalu sama dan bahkan mereka tak
segan-segan bermesraan di hadapanku. Mereka tidak
peduli dengan perasaanku. “Help me God
please” bisikku dalam hati. Teman-temanku sangat simpati padaku. Mereka
menyebut Lena dan Diko sebagai pengkhianat, tapi aku tidak pernah membenci mereka
karna aku sudah memaafkan kesalahan mereka. Aku berharap ini sakit hati yang
pertama dan terakhir untukku.
Saat mencari buku paket akutansi di
rak bukuku, tidak
sengaja 2 foto jatuh dari dalamnya. Foto saat aku dan Diko sedang berlibur di
Borobudur. Diko memelukku sangat mesra saat itu. Lalu foto berikutnya saat aku
berulang tahun. Diko mencium keningku di hadapan kedua orang tuaku dan juga
teman-temanku. Tiba-tiba aku teringat lagi dengan
semua kenanganku dengan Diko. Aku pun termenung mengingat semua memori indah
itu. Tanpa kusadari ada yang jatuh dari pelupuk mataku. Aku sadar itu semua
tinggal kenangan. Kemudian kulihati di sekitar kamarku. Di setiap sudut kamarku
ada bayangan Diko. Sulit bagiku
melupakan Diko karna hampir tiap hari aku melihat bayangannya di
kamarku. Lalu kumasukkan semua barang-barang yang pernah Diko kasih untukku dalam sebuah kardus kecil. Mulai dari
bunga mawar, fotoku dengan Diko, boneka, lampu hias, jam tangan dan surat-surat
cinta dari Diko. Supaya aku benar-benar bisa melupakannya, aku pun pindah ke
kamar kakakku yang saat ini sedang mengambil
S2 di luar negeri.
Waktu terus berputar dan tanpa
terasa hari ini adalah pengumuman kelulusan SMA senasional. Rasya menjemputku dari
rumah untuk melihat pengumuman. Setibanya di sekolah, teman-teman pada sibuk
memadati mading sekolah yang letaknya ada di koridor. Semua berdesak-desakan
ingin melihat namanya di papan
kelulusan. Sejauh ini aku tidak melihat teman-temanku ada
yang pingsan atau pun menangis sedih karna tidak lulus. Mereka semua terlihat
begitu senang, ada yang teriak, tertawa, lari-lari, melompat kegirangan, menangis
bahkan saking senangnya ada temanku yang menyalami orang-orang yang saat itu
tengah lewat di depan sekolah. Aku tertawa melihat ekspresi mereka. Saat mading
mulai sepi, giliranku melihatnya.
Hari itu mulai sore. Telunjuk tangan kananku mulai menelusuri kertas demi
kertas untuk mencari namaku. Tanganku berhenti saat mataku membaca nama yang
kucari-cari.
No.
|
NIS
|
Nama
|
Keterangan
|
121
|
18490
|
Andrea Zahara
|
LULUS
|
“Yes!
Gue lulus” teriakku dalam hati. Aku senang akhirnya aku lulus SMA. Tapi
tiba-tiba dadaku terasa sesak saat tanpa sengaja aku melihat Lena memeluk Diko.
Ternyata mereka ada di sampingku melihat pengumuman kelulusan juga. Jantungku
rasanya mau lepas dari tubuh ini. Aku senang mereka lulus, tapi seharusnya
mereka tidak berpelukan di hadapanku.
Emosiku mulai naik, entah kenapa pengen rasanya aku berteriak marah pada
mereka, tapi karna ini hari terakhir kami bertemu, kuurungkan niatku memarahi
mereka. Aku pun mengajak Rasya pulang.
3 tahun 2 bulan
kemudian......
Karna
gagal masuk perguruan tinggi, akhirnya aku kuliah di salah satu universitas swasta
ternama di Jogja. Aku memilih jurusan hubungan internasional karna aku
bercita-cita ingin berkelana di negeri orang. Aku sibuk dengan kuliahku hingga
aku akhirnya dapat melupakan Diko.
Saat
ini aku lagi dekat dengan seniorku. Usia kami sama, hanya saja diusia 4 tahun
dia sudah mulai sekolah. Dia sangat baik dan perhatian padaku. Malam ini dia
mengajakku nonton bioskop. Kebetulan malam ini launching pemutaran perdana film Breaking Down 2. Aku bingung memakai baju apa malam ini. Entah
kenapa aku pengen tampil cantik dihadapannya. Berjam-jam aku membongkar lemari
bajuku untuk mencari baju yang cocok buatku. Akhirnya kutemukan juga baju yang
pas buat nonton malam ini. Dress
hijau polos pilihanku. Aku ingat kalo dress
ini pernah aku pake saat Diko menembakku. Tiba-tiba aku teringat lagi padanya.
“He's just my past. You must move on
Rea” kataku berusaha menyemangati diri sendiri. Rambutku kuikat ala ekor kuda
dengan poni menyamping ke kiri. Sebelum aku pergi, aku berkaca untuk memastikan
tidak ada yang kurang.
“Penampilanku polos banget ya?” pikirku dalam hati. Aku termenung di depan
cermin. “Lo udah cantik kok Re. Cantik banget malah” puji Sarah satu kostku.
“Lo udah ditungguin tuh sama Manda dari tadi” kata Sarah. Aku kaget ternyata
Manda sudah lama menungguku. “Oke. Thanks
ya Rah” .
***
“Filmnya
bagus banget ya” kataku memecahkan keheningan. Setelah nonton bioskop, aku dan
Manda makan di cafe yang tak jauh dari bioskop. “O..oh..ii...iya!” kata Manda
terbata-bata. Tingkahnya aneh sekali. Dia kelihatan gugup.
“Lo
kenapa?”
“Hah?
A...e...gu..gue ngga pa pa kok”.
“Mmm”.
“Rea”.
“Iya?”
“Mmm… Lo mau ngga jadi pacar
gue?”.
Puurrrrr!
Saking shocknya tanpa sengaja aku
meyemprotkan minuman dari mulutku ke
wajah Manda. Manda pun terkejut. Dengan cepat kuambil tisu lalu membersihkan
wajahnya. Aku membersihkan wajahnya
sambil meminta maaf berulang kali. Tiba-tiba Manda memegang tanganku. Jarak
wajah kami sangat dekat. Dekat sekali. Bahkan boleh dibilang kami hampir saja berciuman.
Tatapannya begitu tajam. Aku merasa ada yang aneh pada diriku saat itu.
Jantungku tiba-tiba berdetak kencang sekali. Terakhir kalinya aku seperti ini
saat Diko menciumku di pesta ultahku 3 tahun lalu. Cukup lama kami saling
berpandangan saat itu.
“Udah
lama gue simpan rasa ini Re. Gue sayang lo. Lo mau ngga jadi pacar gue?” kata
Manda sambil menatap mataku tanpa berkedip sedikit pun. Aku gugup. Kuakui
selama ini Mandalah yang mengisi hari-hariku hingga sedikit demi sedikit aku
bisa melupakan Diko. Jantungku berdetak tiga
kali lebih kencang. Bola mataku ngga tau lagi kemana
arahnya karna hanya Manda
yang ada dihadapanku. Langit
malam itu dibanjiri bintang dan galaksi lainnya. Udara semakin dingin kurasa karna dress yang kupake berbahan tipis dan
berlengan pendek. Tubuhku serasa ditusuk-tusuk angin malam. Saat aku menjawab
“gue mau kok jadi pacar lo”, dari mulutku keluar asap karna dinginnya malam
itu. Spontan saja Manda langsung memelukku. Hangat kurasa dalam pelukannya.
Belum pernah aku merasakan kehangatan senyaman ini. Tapi badanku sedikit
gemetar. Manda tau kalo aku kedinginan, lalu dia membuka jaketnya dan
memasangkannya ditubuhku. Dia memelukku kembali. Aku mendengar suara angin
bernyanyi merdu malam itu dan bintang-bintang di langit memancarkan sinar
terbaiknya. Kulihat bulan tersipu malu bersembunyi di balik awan. Mereka
seakan-akan dapat merasakan apa yang kurasakan.
***
Akhirnya aku bisa menggantikan Diko
dihatiku. Manda mulai mengisi kenangan demi kenangan di memoriku. Manda selalu
mengantar jemput aku dari kos. Jalan, makan, nonton bahkan sampai mengerjakan tugas pun kami lakukan bersama. Kami banyak
menghabiskan waktu di perpustakaan karna hobi kami sama-sama membaca. Saat
pulang dari perpustakaan, Manda mengajakku ke rumahnya. Katanya sepupunya dari
Jakarta datang dan sedang menunggunya di rumah. Karna jalan pulang searah
dengan rumah Manda, jadi mau tidak
mau aku harus ikut dia ke rumahnya.
Rumahnya
bak istana dalam cerita dongeng. Besar sekali. Tamannya luas dikelilingi
bunga-bunga dan pepohonan. Ada lapangan golf,
badminton dan futsal juga. Indah sekali. Aku tidak menyangka
kalau ternyata Manda anak
konglomerat pada hal selama ini aku lihat dia biasa-biasa saja. Manda mengaku
padaku siapa dia sebenarnya. Manda punya prinsip hidup “find it and never give up, so you'll can get it”. Bahkan motor kawasaki
ZX-10R itu
adalah hasil dari tabungannya selama ini. Aku salut padanya. Manda juga tidak
sombong dan bersahaja pada semua orang. Beda dengan anak muda jaman sekarang
yang taunya hanya menghamburkan dan memamerkan harta orang tua.
Saat memasuki rumahnya, Manda menggandeng
tanganku. Aku merasa jadi perempuan yang paling bahagia saat itu. Manda adalah sosok pria impian bagi
kaum hawa dan aku
bahagia bisa memiliki cintanya. “Aku harap dia cintaku yang terakhir” kataku
dalam hati sambil tersenyum. Namun dalam sekejab senyumanku hilang saat aku
berpapasan dengan seorang pria di depan pintu rumahnya Manda. Mataku rasanya
mau copot. Sesak kurasa. Kueratkan gandengan tangan Manda. Manda bingung lalu
menatapku tapi aku tidak
menatapnya karna aku hanya berfokus pada pria yang saat ini ada tepat
dihadapanku. “Hai Rea” sapa pria itu. Aku hanya terdiam melihatnya. Aku seperti
patung. Aliran darahku berhenti bahkan jantungku pun tak berdetak lagi. “Rea,
lo kenapa?” tanya Manda lembut sambil memukul pelan pipi kananku. Aku pun tersadar.
“A...a...gu...gue ngga pa pa kok” balasku terbata-bata. “Kenapa aku seperti ini
ya saat bertemu dengannya lagi” kataku dalam hati.
“Lo
kenal sama Rea, Dik?” tanya Manda.
“Iya.
Dia teman SMA gue” jawab Manda sambil melihatku. Aku masih terdiam dengan tangan
masih menggandeng Manda. “Oh” kata Manda
santai. Manda lalu mengajakku dan Diko masuk ke rumah.
Selama di rumah Manda aku tidak
banyak bicara, aku kaku saat itu. Sesekali kucuri pandang dengan Diko, Diko pun
demikian. Mata kami sering bertabrakan. Karna tidak tahan lagi, aku meminta Manda
mengantarku pulang dengan alasan kurang enak badan. Memang saat itu wajahku
pucat. Tanpa basa basi Manda pun mengantarku pulang. Tatapan Diko tidak berubah
dari dulu sampai sekarang padaku, itu yang membuatku tidak tahan lama-lama
didekatnya.
***
Seminggu setelah aku bertemu lagi
dengan Diko, perasaanku galau dan risau. Aku tidak tenang selama Diko masih ada
disekitarku. Seperti biasa tiap week end
aku mengajak Manda ke toko buku tapi kali ini Manda tidak bisa karna harus
menemani papanya ke luar kota mengurus perusahaan keluarga. Akhirnya kuputuskan
pergi bersama Sarah. Karna sibuk nyari buku, aku dan Sarah terpisah. Saat aku
mencari-cari Sarah, tanpa sengaja aku menabrak seseorang. Bruukkkk!
Kertas-kertas dalam mapnya berserakan dimana-mana. Lalu aku membantunya
mengumpuli kertas-kertas itu sambil berulang kali meminta maaf. “Ini” kataku
sambil memberikan kertas-kertas itu lalu tersenyum padanya. Saat aku melihat
orang itu, senyumanku sirna.
“Alena?”
kataku kaget. Alena tersenyum padaku. Tanpa ada angin dan hujan, Lena memelukku
lalu menangis sejadinya. “Maafin gue Re. Gue nyesel udah ngerebut Diko dari lo.
Maafin gue ya” isak tangis Lena. Aku diam seribu bahasa. “Gue udah maafin lo
kok Len” kataku sambil mengelus-elus punggungnya.
Lena menatapku. Rasa penyesalan itu terpancar dari matanya. Lalu kuajak Lena minum
di cafe yang ada disamping toko buku itu. Niatku untuk mencari Sarah pun batal tapi
aku menelepon
Sarah untuk memberitahunya kalau
aku bersama temanku di cafe sebelah. Lena menceritakan semuanya padaku.
Ternyata setelah lulus SMA, Lena dan Diko putus karna Diko selingkuh dengan
sahabat dekatnya Lena. Lena mengaku sudah lama mencariku untuk meminta maaf.
Aku tidak menyangka Lena mengalami hal yang sama denganku. Ada kalimat Lena
yang membuatku terkejut dan
jantungku berdetak cepat sekali. “Sebelum kami putus, Diko bilang ke gue kalo
dia sangat mencintai lo Re, alasan dia kemarin nembak gue cuma ingin membalas
lo karna udah mutusin dia di
ultah
gue. Menurut gue itu ngga masuk akal, tapi itu nyakitin hati gue banget Re.
Diko jadiin gue pacar hanya untuk pelampiasan doang, gue nyesel Re” curhat Lena sambil menangis.
Aku tidak habis pikir kenapa
Diko sanggup melakukan itu pada Lena. Aku
kasihan pada Lena. Aku memeluknya. Hari itu mulai gelap. Lena yang udah merasa
baikan akhirnya kusuruh pulang. Aku dan Sarah pun kembali ke kos.
Setelah mendengar pengakuan dari
Lena, sikapku biasa-biasa saja. Entah kenapa ada didekat Manda membuatku merasa
tenang dan damai. Tapi Manda belum tau tentang hubunganku dengan Diko, aku
sengaja tidak memberitahunya karna
menurutku itu tidaklah
penting. Manda saat ini tengah sibuk mengurus
kuliahnya karna tahun ini Manda akan wisuda. Intensitas kami bersama pun
berkurang. Aku memberikan ruang buat Manda untuk fokus pada skripsinya.
Kesendirianku ini pun dimanfaatkan oleh Diko. Aku tidak tau dari mana Diko
dapat nomer hp dan alamat kosku. Diko sering menemuiku di kos, bahkan
mengajakku jalan. Aku pun bingung kenapa aku mau menerima ajakannya pada hal
aku sudah punya Manda yang baik, perhatian dan sayang padaku. Aku merasa
mengkhianati cinta Manda. Manda pernah mengajakku menemaninya mencari bahan
skripsinya di perpustakaan tapi aku menolaknya dengan alasan mengerjakan tugas bareng teman
pada hal saat itu aku lagi jalan dengan Diko. Itu kesekian kalinya aku bohong
pada Manda. “Apa ini artinya gue masih sayang sama Diko” pikirku saat sedang
duduk di teras kosku.
Diko pun mulai menjadi-jadi. Hampir
tiap hari dia mengajakku. Sedikit demi sedikit aku mulai mencueki Manda. Lalu
Lena mengingatkanku pada apa yang pernah Diko lakukan dulu padaku. Sejak
kejadian di toko buku itu, aku dan Lena menjadi
akrab kembali seperti saat kami SMA dulu. “Lo ngga boleh terus-terusan kayak
gini Re. Lo bilang lo punya Manda yang tulus menyayangi lo. Dia butuh lo ada
disampingnya buat ngasih dia semangat nyelesain kuliahnya” kata Lena mengingatkanku. Aku sadar
aku sudah sering membohonginya. Aku pun menangis. “Ternyata aku juga
pengkhianat” kataku dalam hati. Besoknya kuputuskan untuk menemui Manda dan
jujur padanya.
“Gue tunggu di kantin perpus jam 2 J”
isi BBMku buat Manda. Sambil menunggu jam 2, aku baca-baca. Tidak terasa jam di kantin
menunjukkan jam 2 tepat. Aku melihat Manda dikejauhan sedang mencariku. Aku
melambaikan tangan, Manda melihatku lalu menghampiriku. Muka Manda kelihatan lelah dan badannya mulai
kurus karna belakangan ini dia sering begadang. Aku memesan orange juice minuman kesukaan Manda. Kuberanikan diri buat jujur padanya
karna aku tidak
mau kehilangan orang yang kusayangi untuk kedua kalinya. Aku baru sadar
ternyata aku sangat mencintai Manda. Dipikiranku saat ini hanya ada Manda,
Manda dan Manda. Dengan sedikit kaku kuceritakan semuanya pada Manda. Mulai
dari hubunganku dengan Diko, alasanku sering menolak ajakannya serta curhatan isi
hatiku padanya. Aku takut Manda memutuskanku karna saat itu Manda kelihatan
marah dan kecewa padaku. Manda beranjak dari kursinya lalu berdiri dihadapanku.
Perasaan takutku pun mulai menjadi-jadi. Aku pasrah apa pun yang terjadi.
Tiba-tiba Manda memelukku. Erat sekali. Lalu berbisik ditelingaku, “Lo tau gue
sayang banget sama lo, gue sakit hati saat lo bilang kalo lo sering jalan sama
Diko sampe-sampe lo bohong sama gue. Tapi gue hargai kejujuran lo buat
ngakuinnya. Makasih. Gue sayang lo sampe kapan pun Re”. Setelah mendengar itu, aku pun bisa bernapas lega dan
aku bahagia karna Manda mau nerima kejujuranku. “Makasih. Gue janji ngga akan
ngulanginya lagi. Gue sayang lo banget” balasku.
Bunga-bunga
cinta diantara kami kembali mekar dengan warna yang jauh lebih indah. Rumput
hijau pun menari-nari. Burung-burung di langit bersorak-sorai. Karya Tuhan yang
sungguh luar biasa.
Kemarin sore di
taman kota...
“Maafin gue Dik, gue
ngga bisa nerima cinta lo lagi. Gue sayang banget ama Manda dan gue ngga mau kehilangan
dia. Dia kebahagiaan gue. Biarkan gue bahagia bersama Manda. Please?” kataku setelah Diko mengungkapkan
perasaannya. Sekian J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar