Sabtu, 20 Desember 2014

cerpenku 15

“JINGLE BELLS”
Oleh Indah Simanjuntak


“Jingle bells, jingle bells
Jingle all the way
Oh, what fun it is to ride
In a one horse open sleigh, hey! 2x”
Lagu Jingle Bells bergema keras di kamarku pagi ini. I feel so peace. Tiduran sambil bermain dengan tablet yang baru kubeli.
“Huh… nggak terasa bentar lagi natal” kataku dalam hati.
Tiap kali mendengar lagu natal, entah kenapa hatiku merasa damai dan tenang. Seolah lagu-lagu ini menghipnotisku. Satu album natal Mariah Carey menemaniku hingga siang menjelang.
Namaku Sheena. Hobiku menulis cerpen dan mendengarkan musik. Sempat vakum menulis, aku merasa ada yang hilang. Bagiku menulis cerpen merupakan pelayanan, dimana aku menghibur orang lain lewat karya tulisku. Ya, walau pun aku ini masih penulis amatir tapi aku selalu berusaha memberikan yang terbaik dalam cerpenku.
Aku rutin mengikuti lomba cerpen tapi tidak pernah sekali pun aku menang. Rasa kecewa dan putus asa sering kali menghampiriku. Bahkan cerpen yang aku posting di fesbuk atau di blog terkadang tidak mendapat respon. Aku berharap suatu saat cerpenku ini bisa menang lomba dan orang-orang bangga denganku. Itulah harapanku di natal tahun ini. Setiap malam sebelum tidur, aku selalu berdoa berharap mujizat itu nyata. Tapi nyatanya. Nothing. Aku jenuh. Aku merasa Tuhan meninggalkanku.
Hari demi hari kuhabiskan untuk menulis cerpen. Dalam sehari lima hingga tujuh cerpen aku tulis. Semakin aku sering gagal, semakin besar pula rasa kecewaku. Hingga suatu saat aku berhenti menulis. Dan aku pun berhenti berdoa. Berhenti berharap. Aku mulai menjauh dari Tuhan.
“Aku nggak percaya Tuhan lagi. Kau bohong, Tuhan! Kau pembohong! Aku benci! AAARRRGGHH!” teriakku sekeras-kerasnya.
***
Sudah hampir sebulan aku menghabiskan waktuku sia-sia. Bangun, mendengarkan musik, bermain tablet, kuliah dan tidur. Seperti itu hampir setiap hari.
Siang itu aku membuka twitter yang sudah lama tidak aku gunakan. News by news aku baca hingga akhirnya aku menemukan akun yang berisi kalimat-kalimat penyemangat.
“ORANG YANG TEKUN DAN SUNGGUH-SUNGGUH LEBIH DEKAT DENGAN KESUKSESAN, DIBANDINGKAN DENGAN ORANG MALAS YANG TAK MAU BERUSAHA.”
“That’s a amazing sentence!”gumamku dalam hati.
Entah kenapa kalimat ini membangkitkan semangatku lagi. Dengan semangat berkobar-kobar,  aku menyiapkan laptop, modem, speaker, dan yang selalu menemaniku tiap kali aku menulis, ice cappuccino. Tidak lupa aku memutar lagu-lagu natal untuk menambah semangatku. It’s time to action!!!
Kuawali dengan menjelajahi google untuk mencari lomba cerpen di bulan desember ini. Yup, I get it! Lomba cerpen natal dengan tema KEAJAIBAN. Tengah asyik mengetik tiba-tiba jari-jari tanganku berhenti. Pikiranku mentok. Berusaha mencari ide untuk dijadikan bahan cerpen yang akan aku lombakan. “Oh Ghost, help me please” pintaku memelas. Aku merasa lelah. Untuk menenangkan otakku yang lelah berpikir, kumanjakan tubuhku berebah di kasur. Lagu-lagu itu menarik mataku hingga akhirnya aku tertidur pulas.
“Pandanganku gelap. Entah berada dimana, aku merasa sekitarku dikelilingi bebatuan. Aku terjatuh dan bangkit, lalu terjatuh dan bangkit lagi hingga begitu seterusnya. Angin berhembus begitu kencang mengombang-ambingkan tubuhku. Seolah berada ditengah badai. Tiap lima menit sekali, musim berubah. Kadang dingin, panas, semi, gugur dan bahkan hujan. Darahku mengalir bak air. Seluruh tubuhku perih. Aku menangis dan berteriak sekuatnya. Tiba-tiba seseorang menjamah pundakku. Aku terkejut setengah mati. “Jangan takut. Aku akan menyelamatkanmu. Ulurkan tanganmu” katanya lembut. Aku tidak tahu ia siapa dan aku tidak bisa melihatnya karna pandanganku masih gelap. Kuulurkan tanganku dan ia menggenggamnya sangat erat. Ia bertanya padaku,”Apakah kau percaya padaku?” Aku terdiam sejenak. Berpikir. Aku mengambil napas panjang lalu menjawabnya,”Yaa, aku percaya. Tolong bawa aku keluar dari sini”. Ia tidak menjawab. Sekelilingku hening seketika. Lalu aku merasa seseorang  berbisik di telingaku dan berkata,”AKU, Yesus, yang kau percaya akan menyelamatkanmu. Kau telah meninggalkan AKU. Keputusasaan dan kekecewaan membuatmu melupakan AKU. Apa yang kau alami tadi adalah cobaan kecil untuk mengingatkanmu kembali agar selalu bersyukur dan percaya pada-KU. AKU tidak pernah sekali pun berpaling darimu. AKU sedang merancang yang terbaik untukmu. Jadi, tetaplah berpegang teguh pada-KU dalam keadaan apapun. Sebenarnya kau sedang berada di surga, di Rumah Bapa, namun karna kau tidak percaya pada-KU, matamu tidak bisa melihat walaupun sesungguhnya kau tidak buta. Dan tidak ada batu disini. Bukalah matamu, nak”.


Saat kubuka mataku, aku berada di kasur. Aku melihat sekelilingku. “Apakah aku bermimipi?”  Seluruh badanku penuh dengan keringat. Aku sadar aku bertemu Yesus dalam mimpi. Aku tidak menyangka Yesus mendatangiku dalam mimpi dan mengingatkanku. Aku pun menangis. Ternyata aku sudah melupakan Sang Juruselamat. Aku menyesal. Aku mengambil alkitab dan membacanya. Lalu aku berdoa memohon ampun dan aku menangis. Aku tahu bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkanku atau umat-NYA. IA sedang menyiapkan rancangan indah buatku, tapi aku tidak sabar dan meninggalkannya.
Mimpi itu memberiku inspirasi. Aku merasa lahir baru. Dengan lihai jari-jari tanganku mulai menari bahagia. Aku menuangkan mimpiku ke dalam cerpen. Hingga akhirnya cerpenku selesai. Aku membaca ulang untuk memperbaiki kata atau kalimat yang salah. Lalu aku kirim ke email panitia lomba.
***
2 minggu kemudian.
Sore hari panas terik bercampur angin. Lagu Jingle Bells berkumandang di telingaku. Seperti biasa, aku memasang headset di telingaku dan berjalan pulang. Tiba-tiba alarm handphoneku berbunyi. Alarm itu mengingatkanku kalau hari ini pengumuman lomba cerpen. Aku tidak sabar membuka website lomba untuk mengecek pengumumannya. Dengan cepat aku melangkah. Setibanya di rumah, aku membuka laptop. Jantungku berdetak kencang. Dug dug dug, Tidak biasanya aku sesemangat ini. Loading. Sepertinya jaringan internetku sedikit bermasalah. Menunggu loading, aku berdoa.
“Ya Bapa, apa pun hasil dari pengumuman lomba ini, baik menang atau kalah, aku tetap berterima kasih. Ajariku untuk selalu bersyukur dalam keadaan apapun. Dan aku percaya, semua rancangan-MU indah pada waktunya. Amin”
Selesai berdoa, tiba-tiba handphoneku berdering. Nomor tak bertuan itu muncul di layar handphoneku.
“Halo, selamat sore. Benarkah ini Sheena Maseeya?” tanya si nomor tak bertuan itu.
“I…i…iya benar, saya sendiri” jawabku sedikit gugup.
“Oh, kami dari panitia lomba cerpen. Selamat ya Sheena. Cerpen kamu terpilih menjadi pemenangnya” katanya.
“Oh..oh.. my god. Thanks Jesus. Thank you so much. I love You. Really, really love You so much Jesus” teriakku senang dan melompat kegirangan. “Thank you Jesus!!! Thank you. Ha..halo mas?”
Tutt. Tutt. Tutt. Telepon terputus. Aku lupa kalau aku sedang bertelepon. Lalu pihak panitia mengirimku pesan cara mengambil hadiah pemenang.
“Sungguh Kau Allah Luar Biasa. Amazing God. Ini hadiah terindah natalku. Selamat natal Bapa, selamat natal Yesus dan selamat natal Roh Kudus. Terima kasih. Amin” doaku di malam natal.

Selasa, 16 Desember 2014

cerpenku 14

Make a wish
Oleh Indah Simanjuntak
Dengan begitu indah dia memainkan piano yang berada disudut kanan ruangan gereja. Dia dan piano itu sudah seperti saudara sehingga mereka begitu akrab dan bersahabat. Mereka seperti satu jiwa dan satu raga. Tidak hanya jarinya yang menari, tubuhnya pun turut mengikuti irama musik. Berserah Kepada Yesus. The great song. Siapa pun dia yang memainkan piano begitu indah, aku telah jatuh cinta padanya. Musik adalah sesuatu yang sering membuatku jatuh cinta. Terserah jenis musik apapun itu. Meskipun begitu, aku tidak pernah mencari tahu sosok dia yang setiap minggu bermain piano untuk Tuhan.


Pohon natal berdiri tegak disudut kiri gereja. Awesome! Layaknya seorang artis, semua mata yang melihatnya berdecap kagum. Satu dari miliaran ciptaan Tuhan yang begitu indah. Dihiasi berbagai warna dengan diperindah pernak-pernik natal. Mataku tidak sekalipun berkedip melihatnya. “How so wonderful” gumamku dalam hati.
Saat pengakuan iman rasuli, seperti biasa semua jemaat berdiri. Tak sengaja mataku dan mata dia bertabrakan. Cukup lama kami saling memandang satu sama lain. Dengan mengenakan kemeja berwarna merah marun dibalut dasi berwarna gelap, dia begitu berwibawa dan berkarisma. He’s so handsome. Naara menepuk pundakku mengingatkan. Naara pikir aku sedang melamun.
Ibadah pun usai. Saat hendak keluar gereja, tiba-tiba kakiku kram. Seluruh tubuhku membeku. “Aaww! “ aku merintih kesakitan. Aku memegang erat tangan Naara yang sedang berusaha menopang tubuhku berdiri. “Makasih Naa…” bibirku berhenti mengeluarkan kata-kata saat aku tahu bukan Naara yang menolongku. Iya, dia si pemain piano itu. Aku tak menyangka. Dia tersenyum ramah. “Maaf Re, aku bantuin ibu hamil tadi” kata Naara meminta maaf. Tangannya masih menopang tubuhku. “Kebetulan aku lewat dan tiba-tiba dia terjatuh” sambung si pemain piano menjelaskan alasan dia memegangku. “Makasih” balas Naara sembari berusaha menopangku darinya. Aku masih tertegun menatapnya. Dia seperti malaikat.
“Namaku Yoas Eleazar. Aku pemain piano di gereja ini” sambil menyalam aku dan Naara.
“Naara Asriel”.
“Refaya Eliezer”.
“Haha (tertawa) nama kita hampir mirip. Eleazar dan Eliezer. Senang berkenalan dengan kalian. Selamat hari minggu” sambung Yoas.
Setelah insiden itu, aku selalu terbayang Yoas. Hingga suatu mujizat terjadi. Yoas satu sekolah denganku. Yesss! Bahkan satu kelas. Thanks God. Ternyata Yoas baru pindah.
***
Plaaakkk.
Tubuhku tersungkur tak berdaya di taman. Semua siswa berkerumunan mengelilingiku. Aku tidak sadarkan diri. Tapi aku merasa seseorang sedang mengangkat tubuhku. Mati rasa.
Aku sering mengalami seluruh tubuhku mati rasa seperti membeku. Sudah setahun lebih. Aku menganggap ini hal biasa sehingga aku tidak memberitahukan kedua orangtuaku. Hanya Naara yang tahu, sahabat karibku.
Aku tidak tahu sudah berapa lama aku tidak tidur sepulas ini sejak hal aneh itu menimpa diriku. Naara dan Yoas menemaniku. Wajah mereka kelihatan lelah dan juga kelihatan begitu sedih. “H..ha..hai” sapaku. Mereka tersenyum. Senyuman terpaksa yang mereka berikan. Dokter Noha, Ibu Hilkia, wali kelasku, dan kedua orangtuaku masuk. Aku menangkap ada sinyal tidak mengenakkan dari mimik wajah mereka. “A..da..a..pa ma..pa?” otot disekitar wajahku tidak berfungsi dengan baik sehingga aku kesulitan bicara. Mama menangis sambil memelukku. Rasa penasaranku memuncak, tapi aku benar-benar tidak bisa bicara. Aku berusaha mencari jawabannya dengan menatapi wajah orang-orang yang ada di ruanganku tempatku  dirawat. Nothing. Tidak ada jawaban.
***
Beberapa hari dirawat, akhirnya aku diperbolehkan pulang. Dokter menyarankanku menggunakan kursi roda untuk waktu yang tidak ditentukan. Mungkin selamanya. Itu kata Dokter Noha. Selama perjalanan pulang, tidak ada seorang pun yang bicara. Sesampainya di rumah, Naara dan Yoas menyambutku. Kamarku yang tadinya di lantai atas, dipindahkan ke bawah. Mereka mengubah bentuk kamarku. Ya, khusus kamar untuk orang yang tidak bisa berjalan.
Sore itu Yoas mengajakku jalan sore di sekitar komplek perumahan. Banyak yang Yoas ceritakan tentang kehidupannya, tapi aku menghiraukannya. Aku masih bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi denganku. Tanganku menghentikan roda kursi rodaku.
“Ada apa Re?” tanya Yoas panik.
“To..long..ju..ju..rr..a..pa..ya..ng..se..be..na..rr..nya..ter..ja..di..” jawabku berusaha bicara.
“Aku tidak tahu, Re. Biarlah orangtuamu yang menjelaskannya” sambung Yoas sambil mengelus-elus rambut hitamku.
***
Siang itu rumah tak berpenghuni. Tidak ada aktivitas. Dengan alat pengontrol kursi roda yang ada disebelah kanan, aku berjalan ke dapur untuk mengambil minum. Semakin hari aku semakin tersiksa dengan keadaanku. Aktivitasku mulai terbatasi. Dokter Noha menyarankanku untuk tidak sekolah selama sebulan dan aku harus menjalani terapi dan pengobatan lainnya. Saat hendak ke dapur, aku melihat sebuah amplop di meja yang berada persis dekat kamar orangtuaku. Aku mendekat dan membaca isi amplop putih itu.

DUAARRR. Ledakan bom Hirosima-Nagasaki seakan bergema di telingaku. Aku shock bukan main. Dalam surat itu aku divonis mengidap penyakit ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis). Aku tahu kalau penyakit ALS ini adalah kelumpuhan otot secara tiba-tiba, terutama pada lengan dan kaki serta akan mempengaruhi kemampuan berbicara, menelan hingga bernafas. Penyakit yang sampai sekarang belum ditemukan obatnya.
***
Sejak Yoas tahu aku mengidap penyakit langka, ALS, hubungan kami semakin dekat. Yoas mengajariku bermain piano di gereja. Yoas sangat perhatian dan peduli denganku. Setiap hari Yoas bermain piano untukku. Pernah dalam hati aku bertekad hidup karena Yoas. Dengan sabar dan setia Yoas membantuku menjalani terapi. Perutku sudah penuh dengan obat. Aku muak minum obat pahit dan bau itu.
Di sekolah pun, teman-teman memperlakukanku dengan sangat baik. Aku memang dikenal sebagai siswa yang baik dan pintar. Aku suka berbagi. Banyak prestasi yang kuberikan untuk sekolah. Hingga suatu hari semua siswa di sekolah serentak melakukan ice bucket challenge. Mereka desikasikan itu untukku dan orang-orang yang mengidap ALS di seluruh dunia.
Terkadang teman-teman melihatku dengan rasa penuh belas kasihan. Aku benci cara mereka melihatku. Aku pun semakin benci dengan keadaanku hingga aku tidak mau lagi menjalani terapi dan minum obat. Keadaanku semakin memburuk hingga akhirnya masuk ICU. Dan tidak sadarkan diri.
***
Setiap hari teman-temanku datang menjenguk. Tapi aku tidak tahu karena aku masih koma saat itu. Kubuka mataku yang sudah lama tertutup. Ruangan putih. Benda-benda aneh menempel di tubuhku. Yoas sedang tertidur disampingku. Aku mengelus-elus rambutnya dan ia terbangun. “Hei. Kamu sudah bangun rupanya. Sepertinya tidurmu sangat nyenyak” kata Yoas sambil tertawa kecil. Aku hanya tersenyum. Aku melihat sekelilingku dipenuhi hadiah. Aku menunjuk kearah hadiah itu. “Oh…itu dari teman-teman kita. Mereka datang menjengukmu dan membawakan hadiah natal ini” jawab Yoah. Ternyata aku sudah koma selama hampir setahun. Aku pikir siapa pun pasti tidak akan percaya ini. Semua orang bahagia aku telah sadar dari koma.

Sore itu bunga-bunga di rumah sakit mekar. Yoas tahu aku sangat menyukai bunga. Selama aku koma, Yoas selalu membawakanku bunga. Naara bilang kalau Yoas selalu setia menjagaku.  “Sebentar lagi natal, Re. Apa harapanmu?” tanya Yoas mengawali pembicaraan di sore yang begitu indah.
Aku tersenyum, lalu menjawab dengan suara serak,”aku selalu berjuang untuk hidup hingga aku lupa menikmati hidupku. Aku mau menikah denganmu”. Yoas terdiam. Lalu memelukku erat. “Aku tahu kamu akan mengatakannya, Re. Aku tahu kamu suka pernikahan dan aku tahu kamu juga menyukaiku sejak pertama kita bertemu. Aku bahagia bila menikah denganmu, Re” kata Yoas masih memeluk dan mencium keningku. Pelukannya begitu hangat dan nyaman.
***
Orangtua kami setuju dengan rencana pernikahan kami. Dokter Noha mengatakan kesehatanku semakin membaik. Semua orang sibuk mempersiapkan pernikahan kami, termasuk aku. Siang yang begitu terik, Naara menemaniku fitting gaun pengantin. Setelah itu, bersama Yoas memesan kue pernikahan serta keperluan lainnya. Kelelahan menyiapkan segala sesuatunya, saat berjalan menuju restoran tiba-tiba otot tubuhku tidak berfungsi. Aku pun terjatuh. Yoas yang berada tepat disampingku dengan sigap menangkap tubuhku yang hampir tergeletak di trotoar. Aku kembali masuk ICU.
Keadaanku semakin memburuk. Setiap malam aku merintih kesakitan. Dokter Noha memvonis umurku tidak panjang lagi. Mungkin tinggal menghitung hari.
***
5 hari koma…
“Ma…” kataku dengan setengah sadar.
“Iya, sayang, mama disini” jawab mama menangis sambil memegang erat tanganku.
“Aku mau pernikahanku seperti putri dongeng” kataku dengan mata masih tertutup.
 “Iya, sayang. Mama sudah menyiapkan semuanya. Kamu cepat sembuh ya” balas mama.
Walaupun kesehatanku memburuk, aku meminta Dokter Noha mengijinkanku untuk melangsungkan pernikahan. Dengan terpaksa, akhirnya Dokter Noha mengijinkanku dengan syarat hanya dua jam saja karena tubuhku benar-benar lemah tanpa peralatan medis.
Tepat di hari natal, pernikahanku dengan Yoas dilangsungkan. Aku dan Yoas berjalan menuju altar dimana pendeta telah berdiri menyambut kami. Dengan mengenakan gaun pengantin serba putih dengan lace rapat di bagian bahu, dada dan pinggang. Bagian bawah gaun ringan hingga memberikan kesan feminim. Ditambah dengan selayar panjang dan kerudung pernikahan dikepala semakin memperindah diriku. Diiringi lagu A Thousand Years, jemaat yang datang menyambut dan mengundang kedatangan kami. Setelah mengucapkan janji pernikahan di hadapan Tuhan dan sah menjadi suami-istri, selanjutnya dilakukan peneguhan dan disambung dengan ucapan selamat dari keluarga dan juga teman-teman. Ritual pernikahan kami berjalan hikmat dan sakral.


"Selamat natal istriku". Yoas mencium bibirku. Semua orang bersorak gembira. "Merry christmas and happy wedding Refa-Yoas" teriak mereka serentak. Semuanya sangat bahagia dan bersukacita. "Kamu pengantin tercantik di dunia" kata Yoas menggodaku sembari memelukku erat. "A...ku menya...yangi...mu..." Tiiiiiitttttttt. "Refa. Refaya. Bangun Re. Banguuunn. Refa. REFAAAA!!!" 
-  The end -


Rabu, 10 Desember 2014

cerpenku 13

Pupus…



Pagi ini mendung. Mengundangku untuk melanjut kembali tidur panjang yang kurasa masih kurang. Menghela napas panjang berusaha untuk mengumpulkan roh-roh diriku yang berkelana entah kemana. Jam dinding di kamarku menunjukkan pukul enam pagi. Seperti biasa, aktivitas pun dimulai. Aku bergegas menuju kamar mandi untuk bersiap berangkat ke sekolah. Ya… Aku Sayra siswa kelas sembilan satu.

Setibanya di sekolah, aku disambut ceria teman dekatku. Mereka adalah Yuzee, Vira dan Noel. Kami dikenal sebagai siswa yang sombong di sekolah. Kami lahir dari keluarga yang memiliki pengaruh besar di kota ini. Keluargaku pengusaha, papa Yuzee seorang Bupati, Mama Vira kepala sekolah kami dan kedua orangtua Noel adalah politikus.

Kami dimanjakan oleh uang. Kami selalu nongkrong di café atau restoran mahal. Belanja semau yang kami inginkan, tidak peduli berapa nominal uang yang kami buang.  Di sekolah, tidak ada siswa yang menyukai kami. Kami suka membuat onar dan keributan. Tidak ada seorang pun yang bisa melarang kami melakukan ini dan itu.

Pagi itu, kami kedatangan siswa baru dari kota lain. Dia memiliki lesum pipi sebelah kanan dan memiliki mata coklat yang indah. Pada pandangan pertama aku terpesona dengannya. Senyumannya mampu meluluhkan seluruh tubuhku hingga tak berdaya.
“Aku Cleo. Aku baru saja pindah dari Jakarta. Senang berkenalan dengan teman-teman” katanya manis dengan memberi senyuman terbaiknya.
“Oh… Cleo” ucapku dalam hati sambil terus memandanginya.
Aku menyuruh Noel untuk pindah ke belakang agar Cleo duduk disampingku. Dengan kedipan mata, Noel beranjak duduk ke belakang. Memang saat itu semua siswa sudah punya teman satu meja, dan teman yang dibelakangku kebetulan cuma sendiri. Tak ada pilihan, Cleo pun melangkahkan kakinya ke arah kursi kosong di sebelahku. Dag dig dug. Detak jantungku semakin cepat. Aku jadi salah tingkah. Aku berusaha bersikap normal dengan melempar senyum balasan untuk Cleo. Sejak saat itu, aku, Yuzee, Vira, Noel dan Cleo menjadi akrab. Arah jalan rumah kami pun searah. Cleo sering menjemputku saat pergi sekolah. Jarak rumah kami tidak jauh, jadi Cleo sering mengajakku belajar bersama di rumah. Orangtuaku menyukainya karna Cleo ramah dan pintar. Entah kenapa perasaan ini pun tumbuh. Belajar, nongkrong, bermain hingga berangkat sekolah kami lakukan bersama. Semakin kami sering bersama, perasaan ini pun semakin tumbuh dan tumbuh. Hingga akhirnya aku mengenal cinta.

Bel waktu istirahat berbunyi. Para siswa berebut keluar. Aku hanya duduk sambil mencoret-coret buku. Aku kesal melihat Cleo bersama Yuzee. Aku merasa pernapasanku seperti ada yang menekan hingga aku sulit bernapas. Ya, menurutku aku cemburu. Huffh. Mendesah sembari merebahkan kepalaku diatas meja lalu memejamkan mata.

Tidak tahan menahan rasa ini, aku pun menceritakannya pada Noel dan Vira. Mereka terkejut. Keningku mengerut. Ternyata Yuzee pun menyukai Cleo. Tubuhku lemas. “Sahabatku juga menyukainya” kataku dalam hati. Vira dan Noel menyuruhku untuk mengungkapkan perasaan ini. Tapi aku takut. Aku takut ditolak.

Pukul Sembilan malam, kami masih belajar. Aku melihat Cleo begitu senang dan semangat. Beda dari hari biasanya.
“Hari ini kau kelihatan tampak senang sekali. Mengapa kau tidak berbagi kesenanganmu denganku?” tanyaku mengawali pembicaraan.
“Tidak ada yang perlu kubagi denganmu. Aku biasa saja” balasnya.
“Ada yang mau kutanyakan denganmu” sambungku dengan nada sedikit tinggi.
“Katakanlah” balasnya sambil membaca buku.
“Apa yang akan kau lakukan bila teman dekatmu ternyata menyukaimu?” lanjutku lagi.
“Hmm… (berpikir sejenak) Kalau aku sudah menganggapnya teman tapi ternyata ia menyukaiku, jujur aku tidak suka. Teman tetaplah teman. Beberapa teman perempuanku mengaku bahwa mereka menyukaiku, tapi setelah itu aku menjauhi mereka” jawabnya sambil menatap tajam ke dalam mataku.
Aku tersentak. Seolah petir menyambar tubuhku. Aku sudah dapat jawabannya.
“Kenapa kau menanyakan itu Say? Apakah kau sama seperti mereka? Menyukaiku juga?” Tanya Cleo seolah sedang mengintrogasiku.
“Ah tidak. Aku sudah menganggapmu sebagai teman dan saudara” jawabku bohong.
“Oh, syukurlah. Kupikir pertemanan kita ini akan berakhir” jawab Cleo ketus.
Aku menarik napas panjang. Mencoba mencari oksigen dalam ruangan yang penuh kesesakan.


Setelah pembicaraan malam itu, hubunganku dengan Cleo tidak sebaik dulu. Aku jaga jarak dengannya. Mencoba mengubur perasaan ini.

Senin, 16 Juni 2014

cerpenku 12

Aku dan Organisasi

Hai guys, kenalin namaku Patricia Ezra Carenee Ashley Simanjuntak atau yang lebih sering disapa dengan panggilan Cia. Bukan agen C.I.A yaa. Yupp…itu nama yang diberikan orangtuaku dari aku lahir hingga aku dibaptiskan di gereja. Tiap kali aku bilang nama lengkapku, banyak orang tertawa dan geleng-geleng kepala, termasuk guru Bahasa Indonesia SMP-ku. I don’t know what’s wrong with my name, but for me, WHATEVER. Oke well, disini aku pengen cerita tentang diriku, tapi lebih spesifiknya lagi tentang diriku di organisasi yang saat ini aku pimpin. Yupp, aku ketua di salah satu organisasi ekstra di kampusku. Jangan heran kalo cewe bisa jadi ketua, karna banyak kok pemimpin-pemimpin cewe saat ini. Namanya juga emansipasi wanita. Sebut saja contohnya Megawati Soekarno Putri. Presiden perempuan pertama di Indonesia. So guys, buat lo yang berjenis kelamin cewe jangan pernah ragu atau putus asa untuk menjadi yang  terbaik atau be the number ONE. Aku udah ngebuktiin itu sendiri loh.
Dari segi fisik sih aku memang nggak perfect-perfect amat. Sering diejek atau disindir teman-teman sudah makanan sehari-hariku dari aku kecil sampai sekarang. Terkadang rasa sakit hati dan kesal itu pasti ada. Tapi itu nggak buat aku semakin kecil seperti tubuhku, justru itu menjadi motivasi aku untuk buktiin ke orang-orang kalo fisik itu (terutama tinggi badan) nggak selamanya menjadi tolak ukur buat kita bahagia atau apalah yang sejenisnya.
            Hanya satu yang aku banggain dariku, yaitu wajah dan hidungku. Pacarku bilang dia suka hidungku yang kecil alias mancung. Hehehe. Aku ini ASLI keturunan batak, tapi orang-orang bilang wajahku nggak mirip sama sekali sama orang batak. Why? Apalagi namaku juga nggak berbau batak, paling cuma margaku doang yang batak. Kebanyakan orang bilang ya aku ini kayak orang cina, jawa, nias dan parahnya lagi katanya kayak orang korea. Hihihi. Oke fine, kamu nggak perlu sewot atau sirik. That’s a fact, right? Maaf, sedikit sombong.
            Oke back to the topic. Jadi anak organisasi itu seru loh. Disini kita diajari banyak hal. Dapat banyak relasi, pengalaman, ilmu dan juga someone. Hihihi. Nah, contohnya kayak aku. Sebagai ketua aku harus selalu siap siaga karna panggilan darurat itu terkadang datangnya nggak diundang. Disaat lagi santai di kos, eeh ada panggilan atau sms bilang “Ket, kita ada jumpa dengan organisasi lain jam 4 disini, dan bla bla bla.” Belum lagi ada sms bilang “Ada senior kita di penggo, datang kalian jumpai ya.” Itu sih belum seberapa, yang parahnya itu adalah saat aku lagi liburan natal di kampung, trus tiba-tiba dapat sms bilang kalo adik senior ada yang meninggal dunia karna kecelakaan. WOW! Jantung siapa coba yang nggak copot dengar kabar gitu. Tangan gemetar dan jantung berdetak kencang. “Oh my god” ucapku dalam hati. Langsung saja aku berangkat ke rumah duka untuk menyampaikan belasungkawa. Kadang kabar duka itu buat aku jantungan, but…itulah risikoku jadi ketua. Tapi nggak selamanya aku dapat kabar duka, terkadang pasti ada kabar bahagia. Contohnya syukuran senior yang wisuda, undangan married, melahirkan, dan banyak lagi.
            Sebelum resmi mengajukan diri sebagai ketua, ada polemik yang harus aku hadapi, yaitu pacar dan orang tua. Mau tau apa? Oke, let’s check it out.
Aku selalu minta ijin dari orang tuaku kalo ingin melakukan suatu hal karena aku punya pengalaman pahit sekali saat tidak ijin pergi liburan keluar kota, nah saat tau kalo aku itu tidak di kos aku langsung saja dimarah-marahi bahkan tidak segan-segan dimaki. Ngeri kan? Malamnya aku menangis sejadi-jadinya. Aku tau itu kekhawatiran seorang ibu terhadap anaknya. Dari saat itu aku jera dan segala tindakan yang akan aku ambil aku harus ijin dulu biar orang tuaku tahu dan tidak khawatir lagi.
            Hubungan jarak jauh dengan pacar memang tidak mengenakkan. Yaa…boleh dibilang kita pacarannya sama handphone bukan sama orang. Trus berat di pulsa lagi. Parahnya kalo pacar kita ini tipe cowo yang suka negative thinking, hufffh… ribet daa pasti. Nah, saat aku nelpon dia dan bilang ke dia kalo aku mau maju jadi ketua, dengan tegas dia menolak. Bahkan mengatakan akan memutuskanku kalo aku tetap keukeu dengan pilihanku. Tapi aku melawannya. Menurutku yang kulakukan adalah pelayanan, kenapa aku mesti takut dengannya? Aku pernah baca di Alkitab dimana seorang nabi berani meninggalkan semuanya demi Tuhan dan Tuhan melimpahkan berkat tak berkesudahan padanya. Dan itulah yang kulakukan. Aku memutuskan hubunganku dengan si do’i dan aku pun memilih pelayananku. Sulit memang, tapi aku merasa Tuhan besertaku saat itu sehingga aku tidak merasa menyesal dengan keputusanku itu.
            Mungkin kebanyakan orang merasa kagum saat tau aku adalah seorang pemimpin di suatu organisasi. Mereka mungkin berpikir sangatlah gampang mengemban posisi ini. They’re wrong! Mereka tidak tahu betapa beratnya beban yang kupikul di pundak ini. Mereka tidak tahu kalau tanggungjawab yang aku ambil memiliki risiko yang besar. Contohnya kesalahan yang tidak pernah kulakukan harus aku tanggung karena bagaimana pun aku adalah pemimpin, dan pengikut tidak pernah salah, kata seorang seniorku. Apa pun yang terjadi di organisasiku, aku harus siap menanggung segala sesuatunya baik itu hal baik atau pun buruk.
            Namun dibalik itu, aku dibentuk menjadi pribadi yang lebih dewasa dan bermentalkan baja. Jadi, menurutku berorganisasi itu sangatlah menyenangkan. Tidak semuanya organisasi itu memberikan dampak negative buat kita. Itu tergantung bagaimana diri kita menyikapinya. Mahasiswa tanpa organisasi menurutku sama dengan omong kosong. Jangan hanya jadi penonton atau pun pendengar. Tapi jadilah pelaku dari suatu perubahan.

            Satu hal yang paling buat aku bangga dengan posisiku sekarang ini yaitu…..berada diantara orang-orang hebat.

Selasa, 20 Mei 2014

Artikel 2 (Pentingnya mempersiapkan dana pensiun sejak muda)

MEMILIKI JIWA WIRAUSAHA


Setiap manusia pasti melewati fase anak, remaja, dewasa dan tua. Dan setiap manusia pasti pula memiliki rencana di kehidupannya. Contohnya seorang karyawan sudah mempersiapkan asuransi untuk dirinya bila sewaktu-waktu terjadi sesuatu padanya. Kita pun harus demikian. Walaupun masih muda, kita harus sudah memikirkan masa depan kita mulai saat ini. Saya sebagai seorang mahasiswa memiliki target empat tahun untuk jadi sarjana, kemudian mencari pekerjaan lalu menikah. Kita harus memiliki target dalam hidup ini supaya kehidupan kita berarti. Target yang dimaksud adalah persiapan kita dihari tua. Hari tua adalah masa-masa tenang bersama keluarga.
Selagi kita muda, sudah sebaiknya kita mulai memikirkan pola-pola usaha yang menguntungkan kita sebagai modal untuk menyiapkan dana pensiunan. Sebagai orang muda, kita harus memiliki jiwa wirausaha yang tinggi selain bergantung pada dunia kerja yang belum tentu dapat menjamin kehidupan kita dan keluarga.

Bekerja sambil berwirausaha atau memiliki kerja sampingan adalah dua hal yang sangat menyenangkan dimana kita diajari banyak hal. Salah satunya adalah mampu memanajemen waktu dan finansial dengan baik. Mulailah mendirikan usaha sejak kita muda dan selagi kita mampu. Contohnya mendirikan usaha lapangan futsal. Futsal merupakan jenis olahraga yang tidak akan pernah hilang karena hampir semua orang menyukai olahraga bola ini. Jadi, disamping menikmati dana pensiunan, kita juga memiliki aktivitas lain setelah pensiun dengan mengola wirausaha yang kita dirikan sejak muda tadi. http://bit.ly/BNI_Simponi

Artikel 1 (Pentingnya mempersiapkan dana pensiun sejak muda)

MARI BERINVESTASI
Dana pensiun merupakan tunjangan yang diberikan untuk memenuhi kesejahteraan karyawan yang telah berhenti bekerja atau pensiun. Dana pensiunan ini biasanya dinikmati di hari tua. Hari tua adalah masa-masa menikmati hasil jerih payah yang kita kumpulkan sejak muda ketika kita tua. Memang sangat diperlukan mempersiapkan dana pensiunan sejak dini, karena usia tua tidak memungkinkan kita lagi untuk bekerja keras. Banyak strategi yang bisa kita lakukan untuk menyiapkan dana pensiunan, diantaranya investasi, asuransi dan anuitas serta pendapatan pasif.
Kebanyakan orang mengumpulkan dana pensiunan melalui investasi. Investasi merupakan penanaman dana dalam jangka panjang. Jadi selama kita bekerja sejak muda, kita memiliki banyak waktu untuk menyiapkan dana pensiunan. Contohnya seperti membeli lahan kosong untuk menanam kelapa sawit. Kelapa sawit merupakan investasi yang selalu ada. Menunggu hingga menghasilkan buah, kita bisa menabung untuk modal mendirikan usaha kos-kosan dan warnet, misalnya. Apalagi jika kita tinggal di kota besar yang dekat dengan perguruan tinggi atau sekolah sangat menguntungkan kita untuk mendirikan usaha kos-kosan dan juga usaha warnet. Namun lebih dahulu kita harus mengumpulkan modal sebanyak-banyaknya bila ingin mendirikan usaha dan juga harus siap menanggung risiko bila usaha kita tidak berjalan sesuai dengan harapan. Disisi lain kita harus mampu mengatur gaji bulanan untuk biaya hidup sehari-hari dan juga untuk modal mendirikan usaha.

Jadi, walaupun kita sudah pensiun kita masih bisa menghasilkan uang lewat investasi yang kita tanam sejak muda tadi. Kita tidak hanya menikmati hasil usaha tersebut, tapi bahkan bisa juga kita wariskan kepada anak dan cucu. http://bit.ly/BNI_Simponi

Sabtu, 10 Mei 2014

cerpenku 11

Mantan Pacar dan Sahabatku

Namaku Gracia, aku mahasiswi semester 6 di salah satu universitas swasta di Bandung. Aku ngekost bersama teman SMAku. Kami dulu memang tidak kompak di sekolah tapi aku kenal dia. Dia adalah Naomi. Saat tau kami satu universitas tapi lain jurusan, kami jadi kompak dan akrab dan kami sepakat tinggal di kost yang sama di semester 3 nanti. Naomi sangat baik padaku, aku sudah menganggapnya seperti saudaraku sendiri. Dia juga mau berkorban untukku, contohnya saat aku tidak punya uang, dia mau berbagi denganku dan begitu juga sebaliknya. Naomi kenal dengan Yose pacarku. Kami berpacaran saat aku semester 2. Yose itu seniorku dan bulan ini Yose akan wisuda. Aku sangat mencintai Yose karna dia sangat perhatian, pengertian, baik dan peduli padaku. Naomi dan Yose juga saling kenal karna aku mengenalkan Naomi pada Yose dan Yose juga sering ngapelin aku ke kost.
Pagi-pagi jam 5 aku udah pergi ke salon buat mempercantik diri karna Yose akan wisuda hari ini dan Yose memintaku sebagai pendamping wisudanya. Naomi juga ikutan repot karna ngebantuin aku mempersiapkan diri. Aku ingin tampil beda di hari spesial pacarku. Setelah siap disalon dan di make up, aku dan Naomi naik taksi pergi ke aula karna dari tadi Yose terus menelponku tapi aku ngga mendengarnya. Akhirnya Yose menelponku lewat Naomi dan mengatakan kalo acaranya bentar lagi akan dimulai. Saat tiba di aula, acaranya sudah dimulai. Aku berlari menghampiri Yose. Yose memujiku, katanya aku cantik sekali hari ini. I’m so happy.
Yoseph Abdi Fradianto, saat sang rektor menyebutkan nama pemilik nilai terbaik tahun ini. Yose dan aku saling kaget dan saling berpandangan. Saking senangnya Yose mencium keningku pada hal semua mata saat itu tertuju padanya. Mukaku merah karna malu dilihatin sama semua orang termasuk kedua orang tuanya Yose. Yose memintaku mendampinginya menerima penghargaan itu dari rektor. “Thanks Jesus, aku bahagia banget hari ini, dan ini akan menjadi kenangan terindah di sepanjang hidupku”, bisikku dalam hati. Aku berfoto dengan Yose di depan papan bunga, bahkan lebih bahagianya lagi Yose mengajakku berfoto bareng kedua orang tuanya. “Oh my god. It’s a dream?” bisikku dalam hati tak menyangka apa lagi Yose memperkenalkan aku pada orang tuanya. Malamnya kami dinner bersama beberapa kerabat dekat dan teman-temannya Yose. Hari itu aku hampir saja melupakan Naomi karna keasyikan terbawa suasana.
Tak lama menganggur, akhirnya Yose dapat pekerjaan di salah satu perusahaan asing di Jakarta. Yose  ngapelin aku tiap week end  aja beda saat Yose masih kuliah dulu. Intensitas kami bertemu pun berkurang drastis, bahkan Yose terkadang ngga ngapelin aku dengan alasan sibuk kerja. Aku memakluminya. Aku ngga mau terlalu menuntut Yose selalu perhatian padaku. Aku berusaha menjadi pacar yang pengertian padanya, meski pun terkadang negative thinking itu menghantuiku karna Yose itu selain smart, dia juga ganteng dan punya lesum pipi yang menawan. Itulah yang membuat aku jatuh hati pada Yose karna saat dia tersenyum lesum pipinya kelihatan begitu menawan hingga membuat setiap wanita yang melihatnya jatuh hati.
Sore hari aku pergi belanja keperluan bulananku ke mall, aku pergi sendiri karna Naomi ada janji ngerjain tugas dengan temannya. Saat melewati sebuah butik di mall, ngga sengaja mataku melihat pemandangan yang tiba-tiba menyesakkan dadaku. Aku mengusap-usap mataku berulang kali untuk meyakinkan apa yang aku lihat itu salah. Tapi apa yang kulihat itu benar, Naomi ada di butik itu bersama Yose. Yose sedang memilih-milih baju buat Naomi. Mereka begitu dekat. Dekat sekali. Bahasa tubuh mereka menunjukkan kalo mereka memiliki hubungan spesial. Mereka tampak bahagia. Bahkan sesekali Yose memeluk dan mencium kening Naomi. Tiba-tiba seluruh badanku lemas tak berdaya. Saat sedang sibuk memperhatikan mereka, maminya Yose menelponku, karna takut ketahuan mereka aku pergi meninggalkan butik itu. Maminya Yose mengajakku bertemu di salah satu restoran ternama di Bandung. Kemudian aku menemui maminya Yose. Beliau begitu baik dan perhatian padaku. Aku seperti mendapatkan sosok mama yang baru. Memang mamaku sudah meninggal 5 tahun yang lalu karna serangan jantung. Pikiranku masih saja terbayang pada Yose dan Naomi di butik, tapi hatiku seperti tercabik-cabik ketika maminya Yose mengatakan bahwa beliau menyukaiku dan berharap aku menikah dengan Yose. Duaaaaarrr! Serasa petir dahsyat menghantam diriku. Aku dilema. Disisi lain anaknya telah mengkhianatiku, namun disisi lain entah kenapa aku begitu menyayangi maminya Yose. Beliau mirip sekali seperti mamaku. Dari gayanya berbicara, tatapan matanya, bahkan perhatiannya mengingatkanku pada mamaku.
Setelah kejadian itu aku jadi sering murung, berbeda 360 derajat dengan Naomi yang kelihatan begitu sangat bahagia. Naomi merasa aku ngga tau apa-apa tentang hubungannya dengan Yose. Karna melihat sifatku yang pendiam dan sering melamun, Naomi bertanya padaku, “Kamu kenapa Gres?”
“Aku ngga pa-pa kok. Oh ya, aku boleh nanya sesuatu?”
“Kok pake nanya sih, kita itu sahabat. Kalo ada yang mau kamu tanya ya tanya aja”.
“Oh iya ya, kita kan sahabat” sindirku. “Gimana perasaan kamu kalo tau sahabat baikmu selingkuh dengan pacarmu? hmm?”
Naomi diam seribu bahasa. Saat menjawab pun dia terbata-bata. Aku pun semakin curiga dengannya. Lalu malamnya Yose datang ngapelin aku. Tapi aku heran dengan tingkah mereka yang biasa-biasa saja seakan tidak ada terjadi apa-apa. Yose tanpa segan menciumku dihadapan Naomi. Pikiranku mulai kacau karna Yose sangat perhatian padaku, bahkan dia mengajakku dinner berdua di cafe favorit kami. Yose kelihatan bahagia. Saat aku mengatakan padanya kalo kemarin maminya menemuiku dan mengatakan bahwa beliau ingin aku menikah dengannya setelah aku selesai kuliah nanti. Tanpa sengaja Yose menyemburku dengan minuman orange yang diminumnya. Bajuku basah. Dengan cepat Yose mengambil tisu dan membersihkan bajuku. Yose tampak panik sekali.
“Kamu kenapa?”
“Aku ngga apa-apa kok. Aku cuma kaget aja mami bilang gitu ke kamu”.
“Ngga ada yang salah kan? Kemarin kan kamu udah ngenalin aku sama orang tua kamu. Mungkin mereka menyukaiku apa lagi mami kamu udah aku anggap seperti mamaku sendiri”.
Yose terdiam. Aku hanya tersenyum padanya. Aku jadi tambah semakin yakin kalo ada hubungan spesial antara Yose dan Naomi karna sifat mereka berubah saat aku menyinggung sedikit tentang mereka. Malam itu aku putuskan buat memata-matai mereka.
Namun tiba-tiba aku dapat kabar dari Yose kalo maminya sedang sakit dan beliau memerlukan aku. Beliau dirawat di rumah sakit yang tak jauh dari kostku. Tiap hari aku memasak dan menjenguk beliau. Hampir seminggu Yose tidak menjenguk maminya karna sibuk dengan urusan kantor yang mengharuskannya pergi keluar kota. Niatku buat memata-matai mereka tertunda karna harus ngerawat maminya Yose selama sakit karna Yose ngga punya saudara. Saat menyuapi beliau, tiba-tiba Yose datang bersama Naomi. Naomi membawa parsel buah. Entah kenapa hatiku panas saat mereka datang bersama, bahkan Yose mencueki aku malah Yose asyik mengobrol dengan Naomi. “Aku ngga dianggap” kataku lirih dalam hati. Tanpa terasa air mataku membasahi pipiku. Aku cepat-cepat menghapusnya sebelum mereka melihatku. Lebih sakitnya lagi saat Yose dan Naomi pulang, mereka tak menyapaku sedikit pun, bahkan aku seperti hantu yang kehadiranku tak dianggap. Hatiku berteriak histeris. “ApaYose ngga menganggapku lagi sebagai pacarnya?” pikirku.
Besoknya mami Yose pulang, aku turut mengantarnya sampai di rumah. Hatiku seperti ditusuk-tusuk jarum saat aku melihat Yose dan Naomi dengan mesranya mendorong kursi roda maminya masuk ke rumah. Yose benar-benar mengabaikanku. Akhirnya aku pulang tanpa permisi dulu pada mami Yose. Aku mengirim sms pada Yose dan mengatakan aku ada kuliah tambahan makanya aku ngga sempat pamit. Tapi Yose ngga merespon sms-ku. Hatiku hancur.
Saat sedang menemani mami Yose, aku melihat laptop Yose terletak di meja rias maminya. Lalu aku mengambilnya untuk menghilangkan kebosananku karna saat itu maminya sedang tidur. Tanpa sengaja aku membuka file rahasia Yose. Tiba-tiba ada yang  jatuh dari pelupuk mataku dan dadaku pun mulai sesak hingga aku sulit untuk bernapas. File itu berisi foto-foto Yose dan Naomi saat di Pulau Kuta Bali dan di puncak, yang bikin aku kaget lagi dalam foto itu tertera tanggalnya. Mereka berfoto setelah aku dan Yose jadian 1 bulan. Itu artinya mereka sudah lama backstreet tanpa kuketahui. Selama 2 tahun mereka membohongiku dan bodohnya lagi aku ngga tau hal ini. SAKIT! Satu kata yang mewakili perasaanku. Kemudian mataku membaca judul file yang buat aku penasaran. Aku membaca sepenggal catatan Yose tentang aku dan Naomi.
“Aku sangat menyayanginya. Aku tau aku sudah membohongi Gracia selama ini. Sebenarnya aku tidak mencintainya, tapi aku ngga bisa jujur padanya karna aku ngga mau menyakiti hatinya, dia terlalu baik untuk kusakiti. Aku sangat mencintai Naomi, dia buat hari-hariku penuh bahagia beda saat aku bersama Gracia, hampa kurasa. Aku ingin Naomi menjadi ibu dari anak-anakku. Ya Tuhan, bantu aku untuk bisa jujur pada Gracia”.
Aku tidak menyadari kalo Yose melihatku membuka laptopnya. Dengan kasar Yose mengambil laptop itu dari tanganku. Yose marah sekali. Itu pertama kalinya aku melihat Yose marah padaku selama kami pacaran. Tatapannya tajam. Aku seperti orang bego yang ketahuan mencuri sama pemiliknya. Dengan lirih aku mengatakan “Kita sudahi aja hubungan ini. Aku harap kamu bahagia dengan Naomi”. Lalu aku meninggalkan Yose tanpa mau mendengarkan penjelasannya. Setelah kejadian itu, Naomi ngga pernah pulang ke kost. Seminggu setelah itu, Naomi mengirim beberapa orang untuk mengambil barang-barangnya dari kost. Aku kecewa atas sikap Naomi yang tidak dewasa dan terbuka. Setelah semua barang Naomi dimasukkan ke dalam mobil box, Yose datang menghampiriku dan berkata “Maafin aku Gres. Aku sadar kalo aku salah karna aku ngga jujur sama kamu selama ini. Aku sangat menyayangi Naomi melebihi apa pun, aku takut kehilangan dia”. Hatiku hancur berkeping-keping saat Yose mengatakan “Aku sangat menyayangi Naomi melebihi apa pun, aku takut kehilangan dia”. Tanpa kusadari wajahku dibanjiri air mata. Aku malu pada diriku sendiri. Saat Yose memelukku untuk terakhir kalinya, aku melihat Naomi di dalam mobilnya Yose. Setelah itu Yose memberikan aku surat permohonan maaf dari Naomi. Kemudian aku mencium kening Yose seperti yang biasa dia lakukan padaku. Karna Yose jauh lebih tinggi dariku, terpaksa aku jinjit supaya aku bisa menciumnya. “Katakan pada Naomi aku sudah memaafkannya. Aku harap kalian bahagia” kataku. Karna tak tahan lagi, aku berlari ke kamarku meninggalkan Yose yang masih berdiri di depan kostku. Diam-diam aku mengintip kepergian mereka dari jendela kamarku. Setelah kejadian itu, aku membuang jauh-jauh kenanganku tentang Yose dan juga Naomi. Kukubur kenangan kami semua dalam-dalam. Bahkan aku pindah kost demi dapat melupakan semuanya.
2 tahun kemudian aku dapat undangan penikahan Yose dan Naomi. Tiba-tiba hatiku terasa sangat sakit saat membaca undangan mereka. Meski pun aku sudah 2 tahun putus dari Yose dan berpisah dengan Naomi, tapi rasa sakit itu masih agak sulit buat kulupakan karna mereka adalah orang-orang yang kusayangi. Tak ingin terluka untuk kedua kalinya, aku mengirimkan hadiah pernikahanku lewat salah seorang temanku.
5 tahun kemudian....
Saat ini aku bekerja sebagai manajer di salah satu mall ternama di Jogjakarta. Karna sibuk berteleponan dengan produsen tanpa sengaja aku menabrak seorang pria dan anaknya. Bruukkkkk! Handphoneku tercampak. Karna aku sadar kalo aku yang salah aku minta maaf pada pria tersebut. Aku kaget setengah mati saat aku tau pria itu adalah mantanku yang dulu mengkhianatiku. Pria itu adalah Yose. Tiba-tiba pandanganku berpaling dari Yose saat seorang anak kecil menarik tanganku dan memberikan handphone itu padaku. Anak itu lucu dan imut sekali. Usianya sekitar 4 tahunan. Namun saat aku melihatnya, aku seperti melihat sosok Naomi. Aku melihat Yose dan anaknya, aku ngga melihat Naomi bersama mereka.
“Ini anak kamu Yos? Siapa namanya?”.
“Namanya Gracia Putri Naomi Yosephine”.
Aku terdiam. Ada namaku, Yose dan Naomi dinama anak yang lucu itu. Tapi aku masih bertanya-tanya “dimana Naomi?”. Karna penasaran, aku menanyakan keberadaan Naomi pada Yose. Aku sangat shock saat tau Naomi sudah meninggal 4 tahun yang lalu saat melahirkan Cia, nama panggilan anaknya. Naomi menderita kanker rahim stadium akhir. Aku sedih mendengarnya karna aku ngga bisa menemani Naomi disaat dia kesulitan. Hari itu juga aku jiarah ke makam Naomi ditemani Yose dan juga putrinya. Aku menangis di pusaran makam Naomi, Cia memelukku. Aku tau dia mengerti apa yang kurasakan meski umurnya baru 4 tahun. Aku membalas memeluknya. Aku merasakan ada damai dan ketentraman dalam diri Cia. Entah kenapa aku begitu menyayanginya. Yose hanya tersenyum melihatku memeluk Cia.
            Setelah berjiarah ke makam Naomi, hubunganku dengan Yose dekat kembali karna hampir setiap hari kami bertemu karna aku ingin menemui Cia. Anak ini ngangenin banget. Hari demi hari kami lewati bersama. Baru kusadari ternyata aku masih menyayangi Yose sama seperti dulu walau pun dia sudah menyakiti hatiku. Rasa sakit ini terobati karna adanya kehadiran Cia diantara kami berdua. Tidak lama kemudian, Yose melamarku. Aku tau ini begitu cepat, tapi Yose mengatakan sudah lama dia mencari-cari diriku karna sebelum meninggal Naomi memberikan surat pada Yose supaya diberikan untukku. Inilah isi surat Naomi untukku.
“Buat Gracia, sahabatku.
Maafin aku yang sudah merebut Yose darimu. Aku sangat menyayanginya. Aku tau aku egois, tapi aku ingin mengisi hari-hari terakhirku bersama Yose karna aku tau umurku ngga lama lagi. Aku titipkan Gracia Putri Naomi Yosephine padamu. Aku yakin kamu orang yang tepat menjadi ibunya Cia. Jagain dia buatku. Dan aku juga mau kamu menjadi pendamping Yose karna sebenarnya dia juga menyayangimu. Baiklah, aku harap kamu ngga nolak permintaan terakhirku ini. Akhirnya aku bisa pergi dengan damai. T’rima kasih Grace.”
Aku menangis membaca surat singkat namun bermakna itu dari Naomi, dia memintaku menjaga Cia buatnya. Dengan percaya diri aku menerima lamaran Yose. Akhirnya kami pun menikah di depan pusaran makam Naomi. Sekian J

Ini juga cerpen yg pernah saya ikutkan dalam lomba, tapi tetap masih gagal. hihihi. semangaat !!! :)

Senin, 05 Mei 2014

cerpenku 10

MANTANKU, SI ANAK MAMI
“K..ka..kamu mau ngga jadi cewekku?” kata Fanny saat menembakku di dekat lapangan basket sekolah. Sumpah, saat itu aku kaget setengah mati saat kata-kata itu keluar dari mulutnya. Fanny yang selama ini dikenal anak mami itu ternyata punya keberanian juga nembak cewek. Aku tersenyum sinis padanya. Saat itu kupegang tangannya yang halus dan mulus. Maklum aja, dari kecil Fanny ngga pernah ngelakuin hal-hal berat yang biasa kaum adam lakukan pada umumnya. Maminya sangat over protektif karna maminya punya pengalaman pahit 2x keguguran. Fanny dilarang ini dan itu. Boleh dibilang Fanny ada dibawah ketiak maminya. Fanny terkenal dengan sebutan “kata mami” karna setiap kali dia berbicara “kata mami” tak pernah hilang dari kalimatnya. Meski pun begitu Fanny salah satu siswa terbaik di sekolah kami. Selain juara umum, juara olimpiade tingkat nasional dan internasional, dia juga dinobatkan sebagai siswa teladan tiap semesternya. Bayangkan coba udah berapa banyak prestasi yang dia punya? Banyak banget kan! Di setiap sudut rumahnya ada piala, sertifikat, piagam serta medali emas, perak dan perunggu. Hebat bukan? Dari segi tampang pun dia ngga kalah jauh dari semua siswa cowok di sekolah. Papinya Fanny berkebangsaan Inggris, so wajar aja kalo wajahnya mirip dikit sama Taylor Lautner. Tapi kalo tiap dekat cewek Fanny selalu gemetaran. Ngga salah kalo aku kaget saat dia nembak gue.
Praakkkkk! Fanny tumbang. Bola basket itu menghantam kepalanya. Bintang-bintang kecil mengeliligi kepalanya. Semua siswa mendekati Fanny, semua takut terjadi apa-apa padanya. Aku yang suka iseng kemudian bilang, “gue mau kok jadi pacar lo”. Refleks saja Fanny langsung sadar dan memelukku. Semua siswa yang melihat kami kelihatan bingung. Aku kaget Fanny memelukku pada hal  aku cuma iseng aja bilang gitu. “Berarti hari ini kita resmi jadian dong” kata Fanny sumringah. Semua siswa yang ada disitu langsung bertepuk tangan, bersorak bahkan menyalami kami berdua. Kami seperti pengantin diberi selamatan. Aku yang dikenal tomboy dan belum pernah pacaran selama hidupku jadi korban bulian teman-temanku.
Sudah 3 bulan kami berpacaran. Bulan depan kami akan menghadapi UN pada hal aku ngga pernah belajar. Suatu hari Fanny mengajakku belajar bareng. Setelah pulang sekolah kami pulang bareng. Setibanya di rumah, maminya langsung memeluk dan mencium anak satu-satunya itu bahkan maminya ngga menyapaku. Untung aja Fanny masih menganggap aku ada kalo tidak tanpa proses kuputuskan dia saat itu juga di depan maminya. “Kesal banget” pikirku. Selama kami belajar, maminya terus mengawasi kami. Aku yang biasanya suka menjitak kepala Fanny dan mengejeknya ngga bisa berbuat banyak. Gerak gerikku diawasi. Bahkan tanpa malu-malu maminya menyuapi Fanny makan di depanku. “Ya ampun, ini anak loh” pikirku dalam hati. Yang bikin aku kesal lagi, kemana Fanny pergi disitu pasti ada maminya. Disaat ngedate pun maminya ikut juga. Pernah saat makan di restoran, sikap over protektif maminya kelewatan banget. Semua makanan Fanny diperiksa lebih dulu sama maminya karna Fanny yang alergi bawang putih dan udang itu pernah masuk ICU akibat keracunan makanan seafood.
Aku curhat sama teman-temanku tentang Fanny dan mereka menertawaiku. Mereka bilang maminya Fanny itu seperti klinik 24 jam.
“Protektif sih sah-sah aja tapi ngga segitunya juga kali” kata Lira menyindirku.
“Mmm. Bener banget tuh Ra. Lo udah pantes nasehatin Fanny biar ngga selalu nurut kata maminya. Dia udah dewasa dan dia udah bisa make a choice” sambung Weila.
“Kata mami” ejek Olive. Mereka terus menyindir dan mengejekku sejak aku berpacaran dengan Fanny. Tapi setelah kupikir-pikir apa yang dibilang Weila itu benar  juga, aku harus bisa membuka pola pikirnya Fanny yang terlalu anak mami. Aku pun berencana untuk mengatakan hal ini padanya. Lalu aku meng-sms-nya dan mengajaknya jalan setelah pulang sekolah nanti.
            Hari itu aku sengaja mengajak Fanny ke tempat yang belum pernah dijalaninya. Aku ingin menunjukkan padanya kalo di luar dunianya masih ada dunia yang jauh lebih indah. Kami pun mampir di salah satu jualan di pinggir jalan. Aku tau kalo selama hidupnya Fanny ngga pernah makan di pinggir jalan. Perasaan tak nyaman itu tersirat diwajahnya. Dia kelihatan gelisah dan membersihkan dengan tisu apa yang menurutnya kotor. “Ini anak bersih amat, gue aja cewek ngga segitunya” bisikku dalam hati. Aku memaksa Fanny makan kalo tidak aku mengancamnya putus. Setelah itu kami ke taman bunga, tempat aku dan teman-temanku nongkrong kalo pulang sekolah. Fanny terlihat gugup dan malu-maluin. Aku pun mulai mengatakan semua unek-unekku tentang maminya. Bahkan saking emosinya aku ngga sadar memarahinya hingga membuatnya ketakutan. Aku memeluknya sambil menasehatinya dengan lembut. Aku tau hal ini yang maminya lakukan padanya. Dan Fanny pun berjanji untuk tidak jadi anak mami lagi, itulah janjinya padaku. Aku pun senang mendengarnya.
            Setelah kejadian di taman bunga itu, Fanny kelihatannya sudah berubah. Hampir aku tidak pernah dengar “kata mami” keluar lagi dari mulutnya. Teman-temanku pun salut padaku karna berhasil membuatnya berubah. Bahkan dari cara dia berjalan, berpakaian hingga cara dia berbicara pun berubah. Siswa cewek di sekolahku pun mulai meliriknya. Fanny juga mulai berubah jadi cowok yang romantis dan perhatian padaku. Tiap pulang sekolah dia mengajakku jalan, makan, nonton, hingga menemaninya belanja keperluan cowok di mall. Maminya pernah memarahiku lewat telpon. Maminya menganggap aku biang keladi penyebab Fanny ngga nurut lagi pada perintahnya, bahkan maminya menyuruhku menjauhi Fanny. Tanpa Fanny ketahui, maminya sering datang ke rumahku memaki aku dan juga keluargaku. Keluargaku memang sederhana tapi ngga pantas maminya memaki keluargaku. Aku sengaja merahasiakan hal ini dari Fanny. Kusimpan sakit hati ini karna entah kenapa aku mulai merasa takut kehilangan dia.
            Minggu tenang. Minggu depan kami akan menghadapi UN. Aku dan Fanny jadi sering belajar bareng di rumahku. Keluargaku sudah kenal dekat dengan Fanny karna dia anak yang baik dan juga sopan. Aku minta pada orang tuaku untuk tidak mengatakan pada Fanny kalo maminya sering memaki keluargaku. Fanny sabar mengajariku matematika dan juga fisika karna aku bego dibagian perhitungan. Aku pun bingung kenapa aku bisa masuk kelas IPA pada hal nilai IPSku bagus. Aku dan Fanny memang beda kelas tapi sama-sama IPA.
Pengumuman kelulusan SMA. Aku pergi bersama temanku ke sekolah melihat pengumuman karna Fanny sulit dihubungi beberapa hari ini. Aku dengar-dengar katanya Fanny akan kuliah diluar negeri. Aku pergi kerumahnya, tapi satpamnya bilang Fanny udah ngga tinggal dirumahnya lagi. Aku kecewa mendengarnya. Dia ngga memberitahuku. Tahun ini kami semua lulus. Semua temanku senang tapi aku malah sedih memikirkan Fanny. Saat itu aku melihat Fanny berdiri dekat gerbang sekolah. Dia tampak kurus dan wajahnya pucat. Aku tak melihat maminya ada didekatnya. Kuhampiri Fanny untuk menjawab rasa penasaranku akan sikapnya yang berubah drastis. “Hai Fan” sapaku sambil memberikan senyum terbaikku. Fanny diam dan hanya membalasnya dengan senyuman. Aku pun semakin penasaran.
“Selamat mas. Mas Fanny lulus” kata sang sopir.
“Oh, makasih pak” jawab Fanny jutek.
Di dalam mobil aku melihat maminya Fanny. Aku baru sadar kenapa Fanny begitu cuek padaku. Lalu aku menatapnya seakan berusaha untuk mencari alasan dia menjauhiku. Tapi aku tak menemukannya. Lalu Fanny memberiku sebuah amplop berwarna biru muda. Sebelum masuk ke mobil, Fanny mencium keningku. Itulah ciuman pertamanya selama kami pacaran sekaligus ciuman terakhirnya karna setelah itu kami tak pernah ketemu lagi. Fanny hilang tanpa jejak bak ditelan bumi. Kutanya semua teman sekolah kami tapi satu pun tak ada yang tahu kabar atau pun keberadaan Fanny.
“Lusa aku dan mamiku akan kembali ke Inggris. Disana aku akan melanjutkan studiku. Makasih udah mau mengisi hari-hariku. Maafin mamiku karna memaki kamu dan juga keluargamu. Sampaikan permohonan maaf mamiku pada mereka. Begitu cepat aku mengakhiri hubungan ini tanpa memberikan alasan. Maaf aku ngga bisa kasih tau alasannya sekarang tapi kalo suatu saat nanti kita bertemu kembali, aku akan menceritakan semuanya. Makasih karna udah mau mengubah hidupku. Baik-baik ya selama disini. Aku harap kamu menemukan pria yang baik, perhatian, pengertian, tulus menyayangimu dan dia juga ngga anak mami kayak aku. Hahaha. Aku sayang kamu Ay J “.
Itulah isi surat yang Fanny berikan padaku. Hampir tiap malam aku membacanya hingga aku bisa menghapal isi surat itu. Setiap kali kubaca, air mata ini jatuh. Sakit? Pasti! Kecewa? Banget! Kesal? Apa lagi! Kucoba untuk mulai melupakan kenangan 4 bulan itu dan mulai membuka hati buat orang lain.
7 tahun kemudian....
“Ay, tolong besok kamu temui klien kita di hotel internasional jam 9 pagi ya” kata dirut perusahaan padaku.
“Baik pak” jawabku. Saat ini aku bekerja di salah satu perusahaan asing. Tugasku menemui klien yang datang dari luar negeri. Boleh dibilang bahasa inggrisku cukup bagus. Entah kenapa saat aku mendengar negara Ratu Elizabeth itu aku selalu teringat pada Fanny. “Gimana ya kabarnya disana?” pikirku. Aku sudah punya pacar bahkan rencananya kami akan menikah bulan depan. Dia rekan satu kerjaku yang dipindahtugaskan ke cabang lain. Namanya Pasco Brata. Sudah hampir 3 tahun kami berpacaran. Dia ngga beda jauh dari Fanny hanya saja Tata, nama panggilannya, berasal dari keluarga sederhana seperti aku.
            Teng. Tepat jam 8 pagi. Aku sudah bersiap. Pagi ini aku harus menemui seorang klien di salah satu hotel internasional di Jakarta. Aku pergi lebih awal karna takut kejebak macet. Setelah aku kerja, cara berpakaianku berubah drastis. Aku dituntut harus memakai rok dan blazer plus high heels, bahkan teman-temanku ngga kenal lagi samaku. Tiap kali ketemu, aku harus panjang lebar menjelaskan perubahanku ini pada mereka. Sumpah, melelahkan banget. Tapi aku masih seperti Ayuke yang dulu yang always no on time. 08.47 tepat aku sudah sampai lebih dulu di hotel. Aku naik lift agar cepat sampai di ruangan meeting. Tapi karna aku kebingungan mencari ruangannya, aku pun terlambat 15 menit pada hal aku sudah berusaha secepat mungkin sampai ditempat. Ternyata klienku itu sudah setengah jam menungguku.
I’m sorry sir I’m late” kataku dalam bahasa inggris.
It’s OK” jawabnya simpel.
Klien itu masih membelakangiku. Dia sepertinya sedang membaca. “Mmm....” tiba-tiba aku terdiam saat klien itu membalikkan badannya. “Fanny?” kataku dalam hati. Tanpa sengaja dokumen yang aku pegang lepas dari tanganku karna saking kagetnya. Kaget setengah mati. Fanny kelihatan berubah. Dia tak memakai kaca mata lagi. Bahkan aku tak melihat maminya ada didekatnya. “Ayuke?” kata Fanny sambil melangkah mendekatiku. Aku masih diam mematung. Lalu Fanny mengumpuli dokumenku yang sudah berserakan itu di lantai. “Are you OK?” kata Fanny menyadarkanku. “I’m OK. Sorry” balasku sambil mengumpulkan dokumenku itu. Aku tak percaya aku bisa bertemu lagi dengan Fanny. Namun diwajahnya aku menangkap suatu kesedihan yang amat teramat dalam. Aku dan Fanny pun mulai membahas kerja sama perusahaan. Setelah itu Fanny mengajakku makan siang di salah satu restoran Jepang. Dia bercerita tentang kehidupannya selama disana bahkan dia mengatakan kalo maminya sudah meninggal tahun lalu, sedangkan Fanny baru bercerai dari istrinya. Aku kaget ternyata Fanny sudah menikah. Fanny juga mengatakan alasannya pergi tanpa alasan padaku karna sakit maminya yang mulai parah dan dia ingin membahagiakan maminya dengan menuruti semua keinginan sang mami.   
Setelah di hotel itu, kami jadi sering bertemu. Fanny masih saja seperti dulu, tidak suka makan di pinggir jalan, sebelum makan dia memeriksa makanannya, dia juga setia membawa tisu kemana pun dia pergi bahkan “kata mami” pun tak luput kalimatnya. Tapi aku menyukai semuanya itu. Lalu aku memberikan undangan pernikahanku pada Fanny. Bagaimana pun aku sudah tidak punya perasaan lagi pada Fanny, karna aku sudah punya  Tata yang setia membantuku melupakan Fanny. Kuakui Fannylah cinta pertamaku. Fanny tersenyum melihat undangan pernikahanku dan memberikan selamat. “Aku pikir setelah aku pulang kita bisa bersama lagi saat dulu, tapi ternyata penantianku sia-sia, kamu sebentar lagi akan menjadi milik orang lain. Semoga kamu bahagia Ay” kata Fanny. Raut kekecewaan terlihat jelas diwajahnya. “Makasih Fan. Aku harap kamu juga” balasku sambil memegang tangannya dan tersenyum.

            Gaun pengantin yang tampak cantik dengan laced rapat di bagian bahu, dada dan pinggang. Bagian bawah gaun tampak ringan tanpa meninggalkan kesan feminin karya Elie Saab. Sarung tangan Laced yang terbuat dari satin juga menghiasi tanganku. Kepalaku diperindah dengan kerudung putih yang menjadi simbol bagi para wanita sebagai tanda sucinya sebuah pernikahan. Saat sedang duduk di depan cermin, Fanny datang. Saat itu dia tampan sekali mengenakan Laxmi Tailor 15 dilengkapi dasi kupu-kupu dan sarung tangan putih. Aku meminta Fanny sebagai wali nikahku karna ayahku sudah meninggal 3 tahun yang lalu. Hampir saja aku membatalkan pernikahanku karna aku terpesona melihatnya. Tata sudah tiba di gereja. Tata mengenakan baju pengantin serba putih koleksi Vertus 86. Lira masuk ke ruangan pengantin memberitahuku kalo pemberkatannya akan dimulai. “Lo cantik banget Ay” puji Lira sambil mengenggam jemari tanganku. “Thanks Ra. Lo juga cantik kok hari ini” balasku memujinya.

            Didampingi Fanny, aku mulai berjalan diatas red carpet diiringi musik Mendelssohn's Wedding March yang menjadi musik pengiring pernikahan paling populer di dunia saat ini. Sesampainya di altar, Fanny menyerahkanku sepenuhnya pada Tata. Dihadapan sang pastor, kami diberkati dalam pernikahan suci. Setelah itu aku dan Tata saling menyematkan cincin pernikahan sebagai simbol ikatan yang tidak akan berakhir. Lalu kami berjalan keluar gereja. Di depan gereja aku membelakangi tamu undangan, terutama wanita, lalu melempar bunga pengantin ke belakang. Aku ngga tau siapa yang mendapatkan bunga itu karna saat itu Lira, Weila dan Olive saling berebutan. Aku harap mereka juga bisa bahagia bersama pasangannya. Seperti tradisi dari barat, aku dan Tata berciuman, semua undangan bersorak sorai. Burung-burung berkicau merdu seakan mengucapkan selamat.

            Aku dan Tata pun hidup bahagia. Fanny kembali ke Inggris karna semua keluarganya ada disana. Setelah aku menikah, Lira, Weila dan Olive pun menyusulku ke pelaminan. Sekian J


 NB: cerpen ini pernah saya ikutkan dalam lomba, namun saya belum beruntung. Untuk teman-teman yg punya hobi menulis, jangan berhenti melahirkan karya-karya terbaikmu. Good luck. :)