Rangkaian bunga suci yang disebut “Holly Berries” juga dipersembahkan kepada dewa Matahari. Sedangkan batang pohon Yule dianggap sebagai wujud dari dewa matahari. Begitu pula menyalakan lilin yang terdapat dalam upayara Kristen hanyalah kelanjutan dari kebiasaan kafir, sebagai tanda penghormatan terhadap dewa matahari yang bergeser menempati angkasa sebelah selatan.
Encyclopedia Americana menjelaskan sebagai berikut:
“The Holly, the Mistletoe, the Yule log …are relics of pre-Christian times.”
“Rangkaian bunga Holly, pohon Mistletoe dan batang pohon Yule…yang
dipakai sebagai penghias malam Natal adalah warisan dari zaman sebelum
Kristen.”
Sedangkan buku Answer to Question yang ditulis oleh Frederick J. Haskins menyebutkan bahwa:
“The use of Christmas wreath is believed by authorities to be
traceable to the pagan customs of decorating buildings and places of
worship at the feast which took place at the same time as Christmas. The
Christmas tree is from Egypt, and its origin date from a period long
anterior to the Christian Era.”
ARTINYA;
“Hiasan yang dipakai pada upacara Natal adalah warisan dari adat
agama penyembah berhala (paganisme), yang menghiasi rumah dan tempat
peribadatan mereka yang waktunya bertepatan dengan malam Natal sekarang.
Sedangkan pohon Natal berasal dari kebiasaan Mesir Kuno, yang masanya
lama sekali sebelum lahirnya agama Kristen.”
Santa Claus bukan ajaran yang berasal dari paganisme, tetapi juga
bukan ajaran Kristen. Sinterklas ini adalah ciptaan seorang pastur yang
bernama “Santo Nicolas” yang hidup pada abad ke empat Masehi. Hal ini
dijelaskan oleh Encyclopedia Britannica, volume 19 halaman 648-649,
edisi kesebelas, yang berbunyi sebagai berikut:
“St. Nicholas, bishop of Myra, a saint honored by the Greek and
Latins on the 6th of December… A Legent of his surreptitious bestowal
of dowries on the three daughters of an improverrished citizen… is said
to have originated the old custom of giving presents in secret on the
Eve of St. Nicholas (Dec.6), subsequently transferred to Christmas day.
Hence the association of Christmas with Santa Claus…”
ARTINYA:
“St. Nicholas, adalah seorang pastur di Myra yang amat
diagung-agungkan oleh orang-orang Yunani dan Latin setiap tanggal 6
Desember…Legenda ini berawal dari kebiasaannya yang suka memberikan
hadiah secara sembunyi-sembunyi kepada tiga anak wanita miskin… untuk
melestarikan kebiasaan lama dengan memberikan hadiah secara tersembunyi
itu digabungkan ke dalam malam Natal. Akhirnya tarkaitlah antara hari
Natal dan Santa Claus…”
St-Nicholas
Sungguh merupakan kejanggalan! Orang tua menghukum anaknya yang
berkata bohong. Tetapi di saat menjelang Natal, mereka membohongi
anak-anak dengan cerita Sinterklas yang memberikan hadiah di saat mereka
tidur. Bukankah ini suatu keanehan, ketika anak-anak menginjak dewasa
dan mengenal kebenaran, pasti akan beranggapan bahwa Tuhan hanyalah
mitos atau dongeng belaka?
Dengan cara ini tidak sedikit orang yang merasa tertipu, dan mereka pun mengatakan:
“Ya, saya akan membongkar pula tentang mitos Yesus Kristus!”
Inikah ajaran Kristen yang mengajarkan mitos dan kebohongan kepada anak-anak? Padahal Tuhan sudah mengatakan:
“Janganlah menjadi saksi palsu. Dan ada cara yang menurut
manusia betul, tetapi sebenarnya itu adalah ke jalan kematian dan
kesesatan.”
Oleh karena itu, upacara “Si Santa Tua” itu juga merupakan Setan.
Di dalam kitab suci telah dijelaskan sebagai berikut:
“Hal itu tidak usah mengherankan, sebab Iblis pun menyamar sebagai
malaikat terang. Jadi itu bukanlah hal yang ganjil, jika
pelayan-pelayannya menyamar sebagai pelayan-pelayan kebenaran. Kesudahan
mereka akan setimpal dengan perbuatan mereka.” (II Korintus 11:14)
Dari bukti-bukti nyata yang telah kita ungkap tadi dapatlah diambil
kesimpulan, bahwa perayaan Natal atau Christmas itu bukanlah ajaran
Kristen yang sebenarnya, melainkan kebiasaan para penyembah berhala
(Paganis). Ia warisan dari kepercayaan kuno Babilonia ribuan tahun yang
lampau.
KATA BIBEL TENTANG POHON NATAL
Bagaimana Bibel berbicara tentang Natal, atau mencatat pandangan
para murid Yesus atau bapak-bapak geraja awal. Jawabannya sungguh sangat
mengejutkan bagi kalangan Kristen sendiri. Sebagaimana yang dikatakan
Bibel (Alkitab) pada kitab Yeremia 10:2-4 yang berbunyi sebagai berikut:
“Janganlah biasakan dirimu dengan tingkah langkah bangsa-bangsa,
janganlah gentar terhadap tanda-tanda di langit, sekalipun bangsa-bangsa
gentar terhadapnya. Sebab yang disegani bangsa-bangsa adalah
kesia-siaan.”
“Bukankah berhala itu pohon yang ditebang orang dari hutan, yang dikerjakan dengan pahat oleh tangan tukang kayu?
Orang memperindahnya dengan emas dan perak; orang memperkuatnya dengan paku dan palu, supaya jangan goyang.”
Itulah keterangan yang jelas dari Bibel tentang pohon Natal. Kita
dilarang mengikuti kebiasaan bangsa-bangsa penyembah berhala. Sebab hal
itu merupakan perbuatan yang sesat menyekutukan Tuhan. Pada ayat kelima
dijelaskan bahwa:
“Pohon itu tidak bisa berbicara, dan orang harus mengangkatnya, karena ia tidak bisa berjalan sendiri.”
“Janganlah takut kepadanya, sebab ia tidak dapat berbuat jahat, juga tidak dapat berbuat baik.”
Sebab mereka bukanlah dewa yang harus ditakuti. Bagi mereka yang
tidak pernah membaca atau yang melupakan ayat ini, beranggapan bahwa
tidak ada larangan untuk membuat pohon Natal.
Versi 2
Kisah
Pohon Natal merupakan bagian dari riwayat hidup St. Bonifasius, yang
nama aslinya adalah Winfrid. St. Bonifasius dilahirkan sekitar tahun 680
di Devonshire, Inggris. Pada usia lima tahun, ia ingin menjadi seorang
biarawan; ia masuk sekolah biara dekat Exeter dua tahun kemudian. Pada
usia empatbelas tahun, ia masuk biara di Nursling dalam wilayah
Keuskupan Winchester. St. Bonifasius seorang yang giat belajar, murid
abas biara yang berpengetahuan luas, Winbert. Kelak, Bonifasius menjadi
pimpinan sekolah tersebut.
Pada
waktu itu, sebagian besar penduduk Eropa utara dan tengah masih belum
mendengar tentang Kabar Gembira. St. Bonifasius memutuskan untuk menjadi
seorang misionaris bagi mereka. Setelah satu perjuangan singkat, ia
mohon persetujuan resmi dari Paus St. Gregorius II. Bapa Suci
menugaskannya untuk mewartakan Injil kepada orang-orang Jerman. (Juga
pada waktu itu St. Bonifasius mengubah namanya dari Winfrid menjadi
Bonifasius). St. Bonifasius menjelajah Jerman melalui pegunungan Alpen
hingga ke Bavaria dan kemudian ke Hesse dan Thuringia. Pada tahun 722,
paus mentahbiskan St. Bonifasius sebagai uskup dengan wewenang meliputi
seluruh Jerman. Ia tahu bahwa tantangannya yang terbesar adalah
melenyapkan takhayul kafir yang menghambat diterimanya Injil dan
bertobatnya penduduk. Dikenal sebagai “Rasul Jerman”, St. Bonifasius
terus mewartakan Injil hingga ia wafat sebagai martir pada tahun 754.
Marilah kita memulai cerita kita tentang Pohon Natal.
Dengan
rombongan pengikutnya yang setia, St. Bonifasius sedang melintasi hutan
dengan menyusuri suatu jalan setapak Romawi kuno pada suatu Malam
Natal. Salju menyelimuti permukaan tanah dan menghapus jejak-jejak kaki
mereka. Mereka dapat melihat napas mereka dalam udara yang dingin
menggigit. Meskipun beberapa di antara mereka mengusulkan agar mereka
segera berkemah malam itu, St. Bonifasius mendorong mereka untuk terus
maju dengan berkata, “Ayo, saudara-saudara, majulah sedikit lagi. Sinar
rembulan menerangi kita sekarang ini dan jalan setapak enak dilalui. Aku
tahu bahwa kalian capai; dan hatiku sendiri pun rindu akan kampung
halaman di Inggris, di mana orang-orang yang aku kasihi sedang merayakan
Malam Natal. Oh, andai saja aku dapat melarikan diri dari lautan Jerman
yang liar dan berbadai ganas ini ke dalam pelukan tanah airku yang aman
dan damai! Tetapi, kita punya tugas yang harus kita lakukan sebelum
kita berpesta malam ini. Sebab sekarang inilah Malam Natal, dan
orang-orang kafir di hutan ini sedang berkumpul dekat pohon Oak Geismar
untuk memuja dewa mereka, Thor; hal-hal serta perbuatan-perbuatan aneh
akan terjadi di sana, yang menjadikan jiwa mereka hitam. Tetapi, kita
diutus untuk menerangi kegelapan mereka; kita akan mengajarkan kepada
saudara-saudara kita itu untuk merayakan Natal bersama kita karena
mereka belum mengenalnya. Ayo, maju terus, dalam nama Tuhan!”
Mereka
pun terus melangkah maju dengan dikobarkan kata-kata semangat St.
Bonifasius. Sejenak kemudian, jalan mengarah ke daerah terbuka. Mereka
melihat rumah-rumah, namun tampak gelap dan kosong. Tak seorang pun
kelihatan. Hanya suara gonggongan anjing dan ringkikan kuda sesekali
memecah keheningan. Mereka berjalan terus dan tiba di suatu tanah lapang
di tengah hutan, dan di sana tampaklah pohon Oak Kilat Geismar yang
keramat. “Di sini,” St. Bonifasius berseru sembari mengacungkan tongkat
uskup berlambang salib di atasnya, “di sinilah pohon oak Kilat; dan di
sinilah salib Kistus akan mematahkan palu sang dewa kafir Thor.”
Di
depan pohon oak itu ada api unggun yang sangat besar. Percikan-percikan
apinya menari-nari di udara. Warga desa mengelilingi api unggun
menghadap ke pohon keramat. St. Bonifasius menyela pertemuan mereka,
“Salam, wahai putera-putera hutan! Seorang asing mohon kehangatan api
unggunmu di malam yang dingin.” Sementara St. Bonifasius dan para
pengikutnya mendekati api unggun, mata orang-orang desa menatap
orang-orang asing ini. St. Bonifasius melanjutkan, “Aku saudaramu,
saudara bangsa German, berasal dari Wessex, di seberang laut. Aku datang
untuk menyampaikan salam dari negeriku, dan menyampaikan pesan dari
Bapa-Semua, yang aku layani.”
Hunrad,
pendeta tua dewa Thor, menyambut St. Bonifasius beserta para
pengikutnya. Hunrad kemudian berkata kepada mereka, “Berdirilah di sini,
saudara-saudara, dan lihatlah apa yang membuat dewa-dewa mengumpulkan
kita di sini! Malam ini adalah malam kematian dewa matahari, Baldur yang
Menawan, yang dikasihi para dewa dan manusia. Malam ini adalah malam
kegelapan dan kekuasaan musim dingin, malam kurban dan kengerian besar.
Malam ini Thor yang agung, dewa kilat dan perang, kepada siapa pohon oak
ini dikeramatkan, sedang berduka karena kematian Baldur, dan ia marah
kepada orang-orang ini sebab mereka telah melalaikan pemujaan kepadanya.
Telah lama berlalu sejak sesaji dipersembahkan di atas altarnya, telah
lama sejak akar-akar pohonnya yang keramat disiram dengan darah. Sebab
itu daun-daunnya layu sebelum waktunya dan dahan-dahannya meranggas
hingga hampir mati. Sebab itu, bangsa-bangsa Slav dan Saxon telah
mengalahkan kita dalam pertempuran. Sebab itu, panenan telah gagal, dan
gerombolan serigala memporak-porandakan kawanan ternak, kekuatan telah
menjauhi busur panah, gagang-gagang tombak menjadi patah, dan babi hutan
membinasakan pemburu. Sebab itu, wabah telah menyebar di rumah-rumah
tinggal kalian, dan jumlah mereka yang tewas jauh lebih banyak daripada
mereka yang hidup di seluruh dusun-dusunmu. Jawablah aku, hai kalian,
tidakkah apa yang kukatakan ini benar?” Orang banyak menggumamkan
persetujuan mereka dan mereka mulai memanjatkan puji-pujian kepada Thor.
Ketika
suara-suara itu telah reda, Hunrad mengumumkan, “Tak satu pun dari
hal-hal ini yang menyenangkan dewa. Semakin berharga persembahan yang
akan menghapuskan dosa-dosa kalian, semakin berharga embun merah yang
akan memberi hidup baru bagi pohon darah yang keramat ini. Thor
menghendaki persembahan kalian yang paling berharga dan mulia.”
Dengan
itu, Hunrad menghampiri anak-anak, yang dikelompokkan tersendiri di
sekeliling api unggun. Ia memilih seorang anak laki-laki yang paling
elok, Asulf, putera Duke Alvold dan isterinya, Thekla, lalu memaklumkan
bahwa anak itu akan dikurbankan untuk pergi ke Valhalla guna
menyampaikan pesan rakyat kepada Thor. Orang tua Asulf terguncang hebat.
Tetapi, tak seorang pun berani berbicara.
Hunrad
menggiring anak itu ke sebuah altar batu yang besar antara pohon oak
dan api unggun. Ia mengenakan penutup mata pada anak itu dan menyuruhnya
berlutut dan meletakkan kepalanya di atas altar batu. Orang-orang
bergerak mendekat, dan St. Bonifasius menempatkan dirinya dekat sang
pendeta. Hunrad kemudian mengangkat tinggi-tinggi palu dewa Thor keramat
miliknya yang terbuat dari batu hitam, siap meremukkan batok kepala
Asulf yang kecil dengannya. Sementara palu dihujamkan, St. Bonifasius
menangkis palu itu dengan tongkat uskupnya sehingga palu terlepas dari
tangan Hunrad dan patah menjadi dua saat menghantam altar batu. Suara
decak kagum dan sukacita membahana di udara. Thekla lari menjemput
puteranya yang telah diselamatkan dari kurban berdarah itu lalu
memeluknya erat-erat.
St.
Bonifasius, dengan wajahnya bersinar, berbicara kepada orang banyak,
“Dengarlah, wahai putera-putera hutan! Tidak akan ada darah mengalir
malam ini. Sebab, malam ini adalah malam kelahiran Kristus, Putera Bapa
Semua, Juruselamat umat manusia. Ia lebih elok dari Baldur yang Menawan,
lebih agung dari Odin yang Bijaksana, lebih berbelas kasihan dari Freya
yang Baik. Sebab Ia datang, kurban disudahi. Thor, si Gelap, yang
kepadanya kalian berseru dengan sia-sia, sudah mati. Jauh dalam
bayang-bayang Niffelheim ia telah hilang untuk selama-lamanya. Dan
sekarang, pada malam Kristus ini, kalian akan memulai hidup baru. Pohon
darah ini tidak akan menghantui tanah kalian lagi. Dalam nama Tuhan, aku
akan memusnahkannya.” St. Bonifasius kemudian mengeluarkan kapaknya
yang lebar dan mulai menebas pohon. Tiba-tiba terasa suatu hembusan
angin yang dahsyat dan pohon itu tumbang dengan akar-akarnya tercabut
dari tanah dan terbelah menjadi empat bagian.
Di
balik pohon oak raksasa itu, berdirilah sebatang pohon cemara muda,
bagaikan puncak menara gereja yang menunjuk ke surga. St. Bonifasius
kembali berbicara kepada warga desa, “Pohon kecil ini, pohon muda hutan,
akan menjadi pohon kudus kalian mulai malam ini. Pohon ini adalah pohon
damai, sebab rumah-rumah kalian dibangun dari kayu cemara. Pohon ini
adalah lambang kehidupan abadi, sebab daun-daunnya senantiasa hijau.
Lihatlah, bagaimana daun-daun itu menunjuk ke langit, ke surga. Biarlah
pohon ini dinamakan pohon kanak-kanak Yesus; berkumpullah di
sekelilingnya, bukan di tengah hutan yang liar, melainkan dalam rumah
kalian sendiri; di sana ia akan dibanjiri, bukan oleh persembahan darah
yang tercurah, melainkan persembahan-persembahan cinta dan kasih.”
Maka,
mereka mengambil pohon cemara itu dan membawanya ke desa. Duke Alvold
menempatkan pohon di tengah-tengah rumahnya yang besar. Mereka memasang
lilin-lilin di dahan-dahannya, dan pohon itu tampak bagaikan dipenuhi
bintang-bintang. Lalu, St. Bonifasius, dengan Hundrad duduk di bawah
kakinya, menceritakan kisah Betlehem, Bayi Yesus di palungan, para
gembala, dan para malaikat. Semuanya mendengarkan dengan takjub. Si
kecil Asulf, duduk di pangkuan ibunya, berkata, “Mama, dengarlah, aku
mendengar para malaikat itu bernyanyi dari balik pohon.” Sebagian orang
percaya apa yang dikatakannya benar; sebagian lainnya mengatakan bahwa
itulah suara nyanyian yang dimadahkan oleh para pengikut St. Bonifasius,
“Kemuliaan bagi Allah di tempat mahatinggi, dan damai di bumi; rahmat
dan berkat mengalir dari surga kepada manusia mulai dari sekarang sampai
selama-lamanya.”
Sementara kita berkumpul di sekeliling Pohon Natal kita, kiranya kita mengucap syukur atas karunia iman, senantiasa menyimpan kisah kelahiran Sang Juruselamat dalam hati kita, dan menyimak nyanyian pujian para malailat.
Versi 3
Kebiasaan memasang pohon Natal sebagai dekorasi dimulai dari Jerman. Pemasangan pohon Natal yang umumnya dari pohon cemara, atau mengadaptasi bentuk pohon cemara, itu dimulai pada abad ke-16.
Saat penduduk Jerman menyebar ke berbagai wilayah termasuk Amerika, mereka pun kerap memasang cemara yang tergolong pohon evergreen untuk dekorasi Natal di dalam rumah. Dari catatan yang ada, orang Jerman di Pennsylvania Amerika Serikat memajang pohon N atal untuk pertama kalinya pada tahun 1830-an.
Pohon Natal bukanlah suatu keharusan di gereja maupun dirumah sebab ini hanya merupakan simbol agar kehidupan rohani kita selalu bertumbuh dan menjadi saksi yang indah bagi orang lain "evergreen". Pohon Natal (cemara) ini juga melambangkan "hidup kekal", sebab pada umumnya di musim salju hampir semua pohon rontok daunnya, kecuali pohon cemara selalu hijau daunnya.
Pemasangan pohon cemara, baik asli maupun yang terbuat dari plastik, di tengah kota atau di tempat-tempat umum pun menjadi pemandangan biasa menjelang Natal. Salah satu yang terbesar adalah pohon yang ada di RockefellerCenter di 5th Avenue New York Amerika Serikat.
Legenda
Ada beberapa legenda/cerita yang beredar di kalangan orang Kristen sendiri mengenai asal mula pohon natal.
Pengalaman "supranatural" Santo Bonifacius
Menurut sebuah legenda, ada seorang rohaniawan Inggris bernama Santo Bonifacius yang memimpin beberapa gereja di Jerman dan Perancis. Suatu hari dalam perjalanannya dia bertemu dengan sekelompok orang yang akan mempersembahkan seorang anak kepada dewa Thor di sebuah pohon oak. Untuk menghentikan perbuatan jahat mereka, secara ajaib St. Boniface merobohkan pohon oak tersebut dengan pukulan tangannya. Setelah kejadian yang menakjubkan tersebut di tempat pohon oak yang roboh tumbuhlah sebuah pohon cemara.
Martin Luther dan pohon cemaranya
Cerita lain mengisahkan kejadian saat Martin Luther, tokoh Reformasi Gereja, sedang berjalan-jalan di hutan pada suatu malam. Terkesan dengan keindahan gemerlap jutaan bintang di angkasa yang sinarnya menembus cabang-cabang pohon cemara di hutan, Martin Luther menebang sebuah pohon cemara kecil dan membawanya pulang pada keluarganya di rumah. Untuk menciptakan gemerlap bintang seperti yang dilihatnya di hutan, Martin Luther memasang lilin-lilin pada tiap cabang pohon cemara tersebut.
Kontroversi
Terlepas dari kebenaran kisah-kisah di atas, hingga hari ini pemasangan Pohon Natal masih menimbulkan pro dan kontra di kalangan umat Kristen. Bagi orang-orang yang tidak berkenan dengan pohon Natal, mengisahkan bahwa pada zaman dahulu bangsa Romawi menggunakan pohon cemara untuk perayaan Saturnalia, mereka menghiasinya dengan hiasan-hiasan kecil dan topeng-topeng kecil, karena pada tgl 25 Desember ini adalah hari kelahiran dewa matahari, Mithras, yang asal mulanya dari Dewa Matahari Iran yang kemudian dipuja di Roma. Demikian pula hari Minggu adalah hari untuk menyembah dewa matahari sesuai dari arti kata Zondag, Sunday atau Sonntag. Perlu diketahui juga bahwa dewa-dewa matahari lainnya, seperti Osiris, dewa matahari orang Mesir, dilahirkan pada tanggal 27 Desember. Demikian pula Dewa matahari Horus dan Apollo lahir pada tanggal 28 Desemb er.
Maka dari itu ada aliran-aliran gereja tertentu yang mengharamkan tradisi pohon Natal, sebab mereka menganggap ini sebagai pemujaan dewa matahari. Pemasangan pohon itu dianggap sebagai bentuk penyembahan berhala. Reaksi penolakan itu bahkan awalnya sempat diwarnai keputusan pemerintah Jerman untuk mendenda siapa pun yang memasang pohon cemara sebagai pohon Natal.
Hal itu mulai berubah, saat gambar Ratu Victoria dari Inggris, Pangeran Albert dari Jerman, dan anak-anaknya dengan latar pohon cemara, diilustrasikan di London News. Karena sosok Victoria yang sangat populer, pemuatan gambar itu di media massa pun membuat pohon cemara menjadi pilihan lazim sebagai pohon Natal.
Tradisi
Setelah masyarakat AS mengikuti jejak Inggris menggunakan pohon cemara pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, duniakita.info industri pun semakin berkembang dan merambah ke berbagai negara. Termasuk industri berbagai hiasan pohon Natal seperti bola-bola yang digantung, pernak-pernik Santa Claus, tinsel (semacam tali berumbai yang dililitkan ke pohon), dan lainnya.
Karena penggunaan pohon cemara merupakan tradisi Eropa, ekspresi sukacita yang dilambangkan dengan berbagai dekorasi itu berbeda-beda di setiap negara. Indonesia dan Filipina menjadi negara yang sangat terpengaruh tradisi Eropa itu sampai akhirnya para umat Kristen membeli pohon buatan tapi yang penting berbentuk cemara.
Di Afrika Selatan keberadaan pohon Natal bukanlah sesuatu yang umum. Sementara masyarakat India, lebih memilih pohon mangga dan pohon pisang.
Versi 4
Sejarah pohon natal dimulai dari Jerman.
Konon Bangsa Jerman kuno memiliki kebiasaan memasang batang pohon (lengkap dengan cabang-cabang dan daun-daunnya) di tempat tinggal mereka untuk mengusir ‘bad spirit’, dan sebagai simbol agar musim semi cepat tiba.
Kebiasaan ini telah dimiliki pada zaman dahulu bahkan sebelum kitab-kitab suci dibawa oleh para nabi.
Pada saat kristen menyebar di Jerman, gereja tidak menyukai kebiasaan tersebut dan melarangnya.
Sekitar abad ke-12, seorang pemilik bakery memiliki ide untuk menaruh batang pohon tersebut dalam keadaan terbalik dan hal ini disetujui oleh gereja katolik.
Setelah protestan muncul, Martin Luther King mempopulerkan dengan posisi natural seperti pohon pada umumnya dan dihiasi dengan lilin-lilin untuk menunjukkan pada anak-anaknya bagaimana bintang-bintang berkilauan di langit yang kelam.
Dan seiring dengan waktu, pohon natal pun didekorasi dengan hiasan-hiasan menarik seperti lampu-lampu, angel, bahkan cokelat dan apel.
Pohon natal pertama di Inggris datang karena raja Georgian yang berasal dari Jerman.
Pada saat itu rakyat Inggris kurang bersimpati pada monarki Jerman sehingga trend tersebut tidak merakyat di kalangan mereka.
Pada tahun 1846 ratu Victoria dan pangeran Jermannya, Albert digambarkan oleh London News berdiri beserta kedua anak mereka mengelilingi pohon natal.
Karena ratu Victoria sangat populer di hati rakyat, segeralah pohon natal menjadi trend di kalangan rakyat Inggeris bahkan menyebar hingga ke pantai timur Amerika.
Pohon natal pertama di Amerika konon bermula di Pennsylvania yang dipopulerkan oleh pendatang yang berasal dari Jerman.
Secara tradisional, pohon natal di Jerman dipasang dan dihias pada tanggal 24 Desember saat malam natal, hingga setelah dua belas hari yakni tanggal 6 Januari.
Tetapi ada juga pendapat yang menyatakan bahwa kebiasaan memasang pohon natal pertama kali di Amerika dipopulerkan oleh tentara Jerman Hessian.
Jenis-jenis pohon natal yang biasa digunakan di Eropa:
Silver Fir : Abies alba (the original species)
Nordman Fir : Abies nordmanniana
Noble Fir : Abies procera
Norway spruce Picea abies (the cheapest)
Serbian spruce : Picea omorika
Scots Pine: Pinus sylvestris
Amerika:
Balsam Fir : Abies balsamea
Fraser Fir : Abies fraseri
Grand Fir : Abies grandis
Noble Fir : Abies procera
Red Fir : Abies magnifica
Douglas Fir seudotsuga menziesii
Scots Pine: Pinus sylvestris
Stone Pine : Pinus pinea
Hingga saat ini, perayaan Natal yang identik dengan pohon natal tak bisa dilepaskan dalam perayaan untuk menyambut hari Kelahiran Tuhan Yesus.
Namun pohon natal hanya lah sebagai symbol, jangan sampai hanya karena pohon natal saja kita tidak merenungi dan menghayati arti dari natala itu sendiri.
Dan janganlah pohon natal dijadikan alat untuk saling beradu sombong karena ada anggapan bahwa gereja yang menggunakan pohon natal yang bagus akan mendapat pujian dari para jemaatnya.
Semoga dalam menanti datangnya natal, kita semua dapat melakukan renungan akan apa yang telah kita perbuat untuk Tuhan Yesus, apa yang telah kita berikan kepada Tuhan Yesus, apakah kita telah memuliakan namaNya dan apakah kita telah memiliki iman percaya yang teguh…
Jesus bless us :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar